"Hei, kami datang lagi." Aku menoleh cepat, dua nyamuk gendut
menyeringai sambil mengepakkan syaapnya. "Kami sudah kenyang! Jangan
usir kami yah, plisss..." sambung si betina. Tawaku lepas begitu saja.
"Iya, aku tahu kok. Kalian terlalu gendut untuk terbang serendah ini."
Si jantan membuang muka, kesal. Si betina cekikikan tak jelas. Aku
alihkan kembali pandanganku ke layar laptop.
"Kamu
sedang apa?" si betina terbang mendekatiku. "Membaca!" jawabku singkat.
Si jantan terbang di sekitar layar lalu hinggap di keyboard. "Kami tahu
kamu sedang membaca, tapi baca apa? Tidak bisakah kau sedikit ramah
pada makhluk seperti kami?" si jantan terbang lagi walaupun sedikit
kepayahan membawa badannya yang berat.
"Kalian..." aku
menghela nafas. "Hei, siapa nama kalian?!" Si jantan terkejut, dia
hampir saja menabrak lemari di dekatnya. Dengan sempoyongan dia
mendekati si betina. "Kau bertanya pada kami?" matanya memicing. "Iyya,
kalian, siapa lagi? Ini bagian dari 'keramahanku' yang kamu minta.
Semacam perkenalan dalam pertemanan." aku mencoba tersenyum.
"Kau ingin berteman dengan kami?! Huaahhh, oh iya, namaku," si betina antusias memulai perkenalan diri. "Aku." Si betina menunjuk pasangannya, "Dan dia, Dia." Si jantan berputar-putar, mencoba melakukan selebrasi,
walau akhirnya jatuh mendarat di kasur. "Maaf, aku terlalu kenyang."
ujarnya malu-malu. Si betina menutup wajah dengan sayapnya, "Berhentilah
berbuat konyol, sayang!"
Aku tertawa melihat
tingkah mereka. "Hei, bagaimana bisa namamu 'aku' dan 'dia', itu bukan
nama!" Si betina terbang ke dekat wajahku, "Tapi begitulah, aku yah aku, kalau aku memanggil dia, yah dia dan kadang menjadi 'kamu'. Ah, seperti itulah..." Si jantan ikut bersuara, "Yah, kadang aku menjadi 'aku' dan dia yang menjadi 'dia', lalu-"
"Stop!!!"
Aku mengisyaratkan kedua nyamuk itu untuk mendekat. Aku memijit
keningku. "Itu bukan nama, 'aku, kamu, dia,mereka' hanyalah kata ganti
yang bisa berubah-rubah. Nama adalah panggilan hidup-matimu. Seperti
aku, namaku Aisyah Istiqomah Marsyah. Kalian boleh memanggilku Aisyah
seperti temanku yang lain, atau Iis juga tak masalah." Kedua nyamuk itu
menyimak dengan seksama kemudian saling berpandangan, entah apa arti
pandangan mereka.
"Aisyah," Si betina berbisik di
telingaku. "Nama yang cantik. Aku juga ingin punya nama. Beri aku
nama..." Kali ini aku tersenyum lebar. Aku beralih ke si jantan, dia
membuang muka. Oh, dasar jaim! "Sayang, kau ingin punya nama
bukan? Ayolah, tidakkah mengasyikkan ketika kamu bisa memanggilku dengan
nama yang cantik? Nyamuk yang lain akan iri mendengarnya, ayolah..."
bujuk si betina sambil mengedipkan matanya. Si jantan tersenyum kecil,
lalu buru-buru bersikap angkuh seperti biasanya. "Aku pikir, tidak ada
salahnya. Berikanlah kami nama..."
Lepas sudah tawaku.
Dasar, nyamuk jaim! "Tunggu, beri aku waktu berpikir..." Aku memainkan
jari di atas keyboard, sedang kedua nyamuk itu menunggu sambil
harap-harap cemas.
Lima menit berlalu. Ah, aku
membuka mulut lalu menggelengkan kepala. "Tidak bagus. Tidak cocok.
Ehmmm, belum pas. Kurang keren!" Si betina komat-kamit tak jelas, si
jantan mulai resah dan mendesakku. "Cepatlah! Aku merasa tanganku
dingin."
"Ssssttttt!!!!" kompak aku dan si betina menutup gerutuan si Jantan.
"Yah!!!"
Aku berteriak mengagetkan kedua nyamuk itu. Aku tersenyum kecil,
menatap wajah si betina dan jantan bergantian. "Aku rasa, nama ini cocok
untuk kalian." Si jantan dengan cepat terbang ke arahku, "Apa itu?
Cepat katakan, siapa namaku? Aku tak sabar lagi, aku akan memberitahukan
pada nyamuk lain bahwa aku punya nama. hohoho. pasti mereka akan
cem..bu..ru.." Aku tersentak. Aku dan si betina pun menatap tajam ke si
jantan yang langsung menghentikan cerocosannya. "Hehehe, ehmm..aku hanya
tak sabar ingin tahu namaku saja." Si jantan mundur perlahan hingga
sejajar di samping si betina. "Memalukan!" bisik si betina sedikit
marah. "Maafkan aku." balas si jantan menyesal.
"Sudah, sudah, jangan bertengkar! Dengarlah... nama kalian adalah-" aku menunjuk Si jantan, "Mosquito. Tn. Mos-kwi-to! Dan kamu, nyamuk betina yang cantik, namamu adalah Mosquita. Ny. Mos-kwi-ta!"
aku tersenyum puas. Menunggu reaksi kedua nyamuk di hadapanku. Mereka
bersitatap. Belum ada suara, aku menopang daguku di lutut. "Kalian tidak
suka, yah?"
Tiba-tiba, serentak kedua nyamuk itu
menyerbu dengan banyak 'ciuman' di pipiku. "Hei, sakit! Hentikan,
hentikan, huaaahhh..." hampir saja aku menampar pipiku, dan kedua nyamuk
itu terbunuh dengan tanganku. Huh. Aku hanya bisa menggelengkan kepala
dan mengibas-ngibaskan tangan.
"Oh, maafkan kami
Aisyah, maafkan kami... kami hanya terlalu senang mendengar nama yang
kamu berikan." Si betina memelas. "Hoh?! hampir saja aku mati dengan
nama yang keren sekali." si jantan, Moskwito, mengelus dadanya. Aku
tergelak. "hahaha, iya, iya, aku tahu kalian senang sekali. Tapi, tidak
usah menciumku. Sakit tau!"
Moskwito dan Moskwita
berputar-putar mengelilingiku, mereka tertawa dan saling memanggil satu
sama lain. "Moskwita-ku..." panggil si jantan. "Iya Moskwito-ku
sayang..." si betina menjawabnya dengan sangat merdu. Hahaha, aku
menahan tawa dan menyingkir sedikit. Membiarkan kedua nyamuk itu
'bersayang-sayangan' dengan nama barunya.
"Moskwita, kau seperti Ratu nyamuk dari kerajaan belanda...."
"Seperti itukah? Oh, Moskwito sayang... kau bagaikan Raja dari kerajaan Inggris."
"Hohoho, sudah pasti itu sayang!"
Mereka
menjauh, sambil terus memanggil-manggil nama bergantian,saling memuji
dan terdengar sedikit berlebihan. Gombal! Tak kusangka mereka akan
sebahagia itu. Hoh, tak kusangka pula akrab dengan nyamuk bisa membuatku
sedikit bahagia juga. Aku melanjutkan bacaanku, samar kudengar suara manja mereka di ujung kamar.
"Moskwitoku sayang... aku mulai lapar." si betina merajuk. "Aku juga Moskwitaku cantik. Ayo kita cari makan!"
Aku
menegaskan telingaku. Tunggu, jangan-jangan.... Ah, kudapati dua nyamuk
itu sudah berada di hadapanku. Berputar-putar. Mencari lokasi yang enak
untuk menghisap darahku. Argghhhh, berhenti berdenging di telingaku!!!
*to be continue :D
Maros, 26 September 2013