Wednesday, November 28, 2012

Autumn's Opinion


Mungkin saja dengan membencimu, lebih mudah untuk hati mencintaimu. 






Aku suka permainan ini. Sebab menjadi curang tak mengapa. Ada aturan. Tapi tak terpakai. Membolak-balikkan aturan dan membingungkan para pemain ilegal. 

Tidak harus ada cinta yang dinyatakan dengan denotatif. Aku suka bermajas ria. Aku suka berkonotatif. Lalu ambigu tercipta. Aku akan memainkan polisemi. Lalu ada yang mengambil kesimpulan, dari remis. Permainan ini semakin menyenangkan. Karena tidak ada yang kalah dan menang. 



Karena benci dan cinta mulai menyatu. 
Ada aturan untuk [tidak] memisahkannya?




Di rumahnya Ikha, 29.11.12/15.58




Wednesday, November 21, 2012

Aisyah ra


Aisyah ra adalah seorang wanita berparas cantik berkulit putih, sebab itulah ia sering dipanggil dengan “Humaira”. Selain cantik, ia juga dikenal sebagai seorang wanita cerdas yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mempersiapkannya untuk menjadi pendamping Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mengemban amanah risalah yang akan menjadi penyejuk mata dan pelipur lara bagi diri beliau. Suatu hari Jibril memperlihatkan (kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) gambar Aisyah pada secarik kain sutra berwarna hijau sembari mengatakan, “Ia adalah calon istrimu kelak, di dunia dan di akhirat.” (HR. At-Tirmidzi (3880), lihat Shahih Sunan at-Tirmidzi (3041))


***

Semoga. Amiin.




Tuesday, November 20, 2012

Kisah Mereka Yang Belum Aku Tuntaskan


Kemudian ia berkisah padaku tentang pengembaraanmu.*



"Lalu apa yang ia dapatkan? Maksudku, selain kesendirian." Aku bertanya padanya. Ada harapan tak baik tentangmu yang ingin aku dengar. Aku masih marah padamu.

Ia menggeleng, katanya kamu tak pernah sendiri. 

Aku limbung. 

Alasanmu mengembara adalah karena kamu ingin hidup dalam kesendirian, pamit padaku. Tapi kamu tak pernah sendiri?! 

Jangan berkisah lagi, seruku. Ia mengatupkan kembali mulutnya.

Aku beranjak. Menutup kisah.  


*

"Katakan padanya, aku tak pernah sendiri. Karena kemanapun aku pergi, dia hidup dalam ingatan. Ceritakan kisahku, usaikan secepatnya, pengembaraan ini berakhir. Aku akan pulang."



*Kisah, Sapardi Djoko Damono



Monday, November 19, 2012

Question Mark


Hati yang terbolak-balik. Perasaan yang jungkir balik. Pikiran yang lari-lari. 

Apa yang terjadi?




Huaaaaaaaaaaaaaaaaaah... :( Aku dijebak malam.

Menunggu pagi. Menunggu mentari. Menunggu bergantinya hari.

Menunggu kekacauan ini berhenti.

Menunggu mati.


Sunday, November 18, 2012

SDD


Sapardi Djoko Damono


Sejak membaca 'Aku Ingin', mendengar, dan mengucapkannya.

Maka,

Sejak itulah, Aku ingin berjumpa denganmu.

Menelusuri urat-urat tanganmu, dimana pena pernah menyatu,
lalu lahirlah

...

Karya-karyamu. Entah yang saya ketahui atau tidak.



***


Insya Allah, aku akan menemui, pak. SDD. Memelukmu dalam kebaktian.


^_^


Friday, November 16, 2012

Bunga Di Atas Makam




Pernah dalam sujud,
aku berdoa 
saat itu sepertiga malam


Dan pada pagi buta
kudapati doaku terkabul


Aku menjadi bunga di atas makam, entah milik siapa.




17 November 2012, 01.53.


*Insomnia lagi. Mencoba memproduktifkannya.



Wednesday, November 14, 2012

Ma,


Ma, I need you now.

Saya takut, Ma. Ada yang berubah dalam diri saya. Dan saya tak tahu itu apa.



Ma, I need you now.

Saya takut, Ma. Saya tak lagi percaya bahkan pada diri saya sendiri.



Ma, I need you now.

Saya takut, Ma. Ada yang hilang dari perasaan saya. Dan itu menjadi lubang besar nan hampa.



Ma, ini menakutkan. 



Monday, November 12, 2012

Ada Melati Tadi Malam

Ada Melati tadi malam, Mewangikan malamku…





Tadi malam, saya bernafas dalam kekacauan. Berondong masalah menghantam. Saya pusing. Ingin rasanya meledakkan kepala saya dan tidur tanpa kepala. Haha, silly me!

Saya mencoba bertahan untuk menyimpannya sendiri. Untuk masalah pribadi saya terlalu yakin bisa mengatasinya. Tapi, hei, saya manusia. Saya makhluk zoon politicon yang sewajarnya tak bisa hidup sendiri. Sekuat apapun. Toh, pada akhirnya saya membutuhkan seseorang untuk menyandarkan kepala saya yang tanpa daya. Lemah. -sepertinya saya harus mengakui hal itu sekarang- Biarlah. Stop untuk bersandiwara. Saya bukan artis yang baik.

Saya mulai bertanya-tanya, berapa banyak teman yang saya miliki? Mengapa tak ada tenaga yang tersisa untuk memanggil mereka, satu saja, membangunkannya di tengah malam dan meminta dia untuk mendengar, hanya mendengarkan saya bercerita,,, itu saja. Tidak lebih. Tidak juga solusi, karena ketika kamu bercerita dan seseorang mau mendengarkannya itu sudah menjadi bagian dari solusi tanpa basa-basi.

Saya tidak memanggil siapapun. Saya tidak menghubungi siapapun. Saya berpikir, semua orang punya masalah. Siapa saya datang meminta mereka menyediakan ruang untuk masalah saya, ah, egois sekali. Masalahmu, telan sendiri! Begitulah saya mengulang-ulang kalimat pahit dan menunggu pagi saja dengan kepala yang berdenyut ingin pecah.

Tapi Allah Maha baik, walau saya sempat melupakanNya...karena tak langsung menghadap padaNya yang sudah jelas sebaik-baik tempat kembali. Allah mengirimkan pada saya seseorang yang mampu membalikkan keadaan. Dan menyadarkan saya arti kehidupan saya yang perlu disyukuri. Banyak. Banyak sekali.

Namanya Melati,

Mengenalnya belum sampai pada angka 1 bulan. Tapi kekuatan cinta dalam ukhuwah seakan-akan membuat saya merasa dekat dengannya, melebihi teman yang saya kenal bertahun-tahun lamanya.

Tadi malam Melati datang. Dalam ruang sms dia menanyakan keadaan saya dan meminta saya untuk berbagi. Hah?! Hei, are you kidding?! Bukankah di status saya sudah katakan…saya tak mau berbagi kesedihan (walau sebenarnya sangat ingin), tapi dia seperti…ah, dia membaca saya. Dia tahu bahwa saya membutuhkan seorang teman. Dia siap mendengarkan. Dia selalu sotta tapi benar. Hihihi

Namanya Melati,

Tadi malam Melati datang. Dia sms saya, “Mw nlp ke tlkmsel for 5mnit tdk? Bs tdk? *bisik2. Oeee.. z blm mw tdr, ada yg lg z pikir juga.. ayo saling menenangkan :-/” Right, tentu. Ah, saya terlampau senang dan menghiraukan waktu yang sudah larut. Sepi. Semuanya saya terobos dan saya menelponnya. Untuk pertama kali kami berbincang. Bertukar suara. Dan itu sangat lucu. Huaaahhhh, saya terlalu banyak tertawa… saya tak bisa menahannyaaaaaaa :D. Apalagi ketika Melati berbicara ala tegal…hahahaha, God, she was funny!

Look, saya belum dan tidak menceritakan masalah saya..tapi tawanya membuat saya melupakan itu semua. Look, seperti yang saya katakan…saya hanya perlu 'suara lain' selain bisikan gila yang menggilakan. Bahkan sapaan selamat malam saja bisa menjadi obat sakit kepala, ah… aneh. Tapi tidak semua dapat mengerti hal kecil ini. :(

Namanya Melati,

Tadi malam Melati datang. Dia menceritakan kisah hidupnya. Dan saya bersyukur dia percaya pada saya, saya bersyukur dapat mendengar ceritanya, saya bersyukur mengenalnya, saya banyak bersyukur tadi malam.

Oh, Melati. Saya memeluknya tadi malam. Dengan doa-doa yang luruh bersama air mata. Dan dia memeluk saya dengan kisah hidupnya yang benar-benar menjadi pelajaran untuk saya. Dia menyadarkan saya. Dia membawa saya kembali dari ketidaksadaran. Dia menarik saya dari kejatuhan. Ah, dia … saya tidak tahu berkata-kata. Malam  itu milik Melati untuk bercerita, saya hanya ingin mendengarkan. Melati membuka mata saya. Dan saya tahu, itulah seharusnya seorang teman.

Satu jam kami melewati  malam. Tahukah kamu betapa berharganya waktu yang singkat itu. Saya masih ingin mendengar ceritanya, tapi tangisan saya lebih hebat. Memaksa saya tergugu. Bahkan untuk memberi salam pada Melati saja saya tak sanggup. Oh, maafkan saya.

Malam tadi, masalah-masalah saya yang terasa besar dan memenuhi kepala lantas  menjelma buih. Kecil. Tak ada apa-apanya. Saya malu. Pada diri saya yang terpuruk tanpa menyadari bahwa di atas langit masih ada langit. :(


Namanya Melati,

Tadi malam Melati datang. Begitu pula pagi ini. Smsnya menenangkan. Saya tak membalasnya. Masalah pulsa. :D Tapi saya tahu, semua yang Melati lakukan untuk saya tak memerlukan balasan. Hanya kebaikan pada diri saya lah yang dia harapakan.

Agar kamu bisa lebih siap mental menghadapi hidup. Bersyukurlah dengan lingkunganmu yang baik, perasaan yang mengujimu, keluargamu dan cerita hidupku ini. Semoga kamu tambah kuat.”

Oh, I see. Melati, saya pernah membaca sebuah tulisan, katanya kelak lingkaran pertemanan yang kita miliki bukan menjadi lebar dan besar. Tapi sesungguhnya, lingkaran itu akan menjadi sempit. Bukan pada banyaknya teman yang membuat kita bahagia, tapi semakin dalamnya ukhuwah kita, itulah yang nantinya membuat lingkaran itu berharga.

Saya berharap, kelak ketika lingkaran pertemanan saya ‘menyempit’ dia ada di dalam sana. Begitu pula diri saya di lingkaran pertemanannya.


Namanya Melati,

Tadi malam dia datang. Walau dalam telepon saja. Saya sudah cukup senang. Dan saya berharap Tuhan menganugerahkan waktuNya untuk saya datang kepadanya. Atau sebaliknya. Dalam keadaan yang nyata, diberkahi, dan diridhoi.

Terima kasih Melati. Terima kasih, teman.

Aku mencintaimu karena Allah. Tetaplah mewangikan hari-hari saya. Semoga saya bisa menjadi teman yang baik pula untuk dirimu. #Hug


Ini Melati, Wanita yang tegar. She is my inspiration now.  :)



Kawaiiii >_<"





Belum seberapa ini.. Wait, saya mau curi fotonya yang lebih ekspresif lagi...



Yahhhhhhhh....ini dia! Hahahahha... funny face!


Oia, inilah wajah asli dari...


>_<"


Melati Khan Dini


^_^v"


Pisssssss mamen.....




Sunday, November 11, 2012

Ssssstttt, Rahasia nah,,,

Sejatinya kita diminta untuk menundukkan pandangan toh... Tapi, ehm, ada yang aneh sama saya. Aduh, cerita gak yah... tapi, malu-maluka kodonk. Tapi, cerita deh. Huk huk huk, tapi rahasia nah. Jangan kasih tau yang lain. Yang baca ajha yang boleh tahu. Okokok ?!! (crazy)

Begini, kalo di pete-pete, atau dibonceng, pokoknya dimana ajha. Di keramaian lah, terutama di jalan raya. Saya toh tidak bisaka jaga pandangan. Mau terus kulihat-lihat orang. Karenaaaa... hah, kasih tau gak yah? Ya e lah... malu-maluka lagi. Hihihi


Karena saya mencari jodoh saya! *sembunyi wajahhhh :(


Hahaha, begini tepatnya. (Tarik nafas dalam-dalam)


Haha, sejak dulu saya tuh agak pusing kalo berada dalam keramaian. Nah, keanehan itu dimulai ketika saya mulai mencari cara mengalihkan rasa sakit kepala yang merusak suasana. So, dulu... dimana pun saya berada. Di keramaian mana pun. Saya mulai memperhatikan wajah-wajah yang berseliweran di hadapan saya. Mengamati raut wajah mereka. Mulai membandingkan dengan wajah saya (ampunnn). Berasumsi 'aih, bukan jodohku ini!' ato 'Jodohku kapang ini.' Hah, ato yang ini 'Wah, inimini jodohku!' wkwkwk


Tssssaaahhhh, kapedean sekali diriku. >_<"


Oalah...semua asumsi itu dilatar belakangi pendapat yang beredar kok, "Klo jodoh pasti ada mirip-miripnya." *gubrak-gubrak



 Noh di atas ilustrasiji ceritanya. :)


Nah, biasa di pete-pete saya memilih untuk memperhatikan pengendara motor ato mobil di jalan. Apalagi kalo macet, wah asyik tuh... jelas semua terlihat. hahaha. Tapi yang menjengkelkan kalo pada pakai helm trus tertutup wajahnya, ih, tidak jelas dilihat (susah nebak-nebaknya hihihi). Oia, objek pandangan saya sembarang loh. Tidak pilih-pilih. Toh, klo bapak-bapak/kakek-kakek/anak-anak kulihat... secara langsung otak ini mem-filter. Aih, tara mungkin ini jodohku... [sammmajji, pilih2 ini namanya] Huh!


Ada hal lucu yang pernah terjadi, ketika saya sedang melakukan ritual 'jelalatan' eh... salah satu pengendara motor, anak muda, ikut memperhatikan saya juga. Senyum-senyum. Mendekatkan motornya ke samping pete-pete yang saya naiki. Alamakkkkk... (nyaho eh) saya pun berbalik. Mengindahkan lelaki itu. Waduh... ini mungkin teguran untuk saya dari Allah. :( Saya menghentikan ritual itu untuk sementara, setelah lelaki itu menghilang dari pandangan....yupppy, lanjut lagi. Glek, parah toh?!


Makanya, kadang saya suka tertawa dan senyum-senyum sendiri di tengah keramaian. ^_^ Itu berarti, saya mulai melupakan rasa sakit di kepala saya. Beralih pada hipotesa hati yang menggelikan. Jodoh? halahhhhh... 


Baiklah temanggg-temanggg, seperti itulah saya adanya. Mungkin saya harus segera mungkin menghentikan kebiasaan 'jelalatan' yang aneh ini. Aduh aduh pakai acara 'cari-cari jodoh di jalan lagi' *pingsan2. Padahal urusan jodoh itu sudah termaktub di Lauhul Mahfudz, yakin sekali saya akan itu. Adapun tebak-tebakan saya di keramaian, hanyalah pelipur diri saja kok. Saya tidak menaruhnya di tempat terdalam ruang hati saya. Suwerrrrr ... :P


Demikianlah, rahasia saya. Sisi lain saya. Saya bukan malaikat, ato manusia sempurna. [siapa yg bilang, is?] :D Saya banyak kekurangan. Bahkan untuk mengalihkan rasa sakit kepala di keramaian saya harus memakai cara ini. Yang akhirnya menjadi sebuah kebiasaan. uff!


:) (Ingin taubat) :(



Oiaaa, satu lagi. Hal ini saya lakukan hanya pada saat di keramaian nah. Klo di hadapan saya hanya ada satu-dua-tiga kaum Adam. Insya Allah, bah, ghaddul basharja. Menundukkan pandangan kok. ^_^

Wuihhhhhh, ingat nah. Ini Rahasia! Jangan disebar. wkwkwk >_<"




*ditulis tanpa sadar oleh Iis yang mulai crazy gara-gara panas dan kelaparan dengan backsound 'Perahu Kertas' oleh Maudi Ayunda. Radar2 gituuuu huhuhu juga 'Jodohku' ala Anang n Ashanty.

Saturday, November 10, 2012

Yaumul Ahmar Fatih [3G]

Entah malaikat apa yang merasuki kami sore itu, atau jin gifo mana menghembus-hembuskan 'kegifoannya' di telinga kak Ira hingga mencetuskan sebuah ide, "Ehm, bagus nih klo foto-fotoki." 

Hohoho, tak perlu  berlama-lama untuk menyambut 'ide wow' itu. Saya yang notabene punya jiwa fotografer (gubrak2) langsung melihat keadaan. Jalanan yang basah bekas hujan, bau basah tanah, daun-daun hijau menunduk dengan butiran air di atasnya, bunga-bunga terlihat lebih merekah, semakin menambah semangat tatkala melihat langit mendung-mendung cerah (???). Huh, mau moto2 atau berpuisi klo begini ceritanya? Hahaha

Singkat cerita, tempat yang menjadi tujuan untuk membuang kenarsisan kami adalah.... Masjid Al-Markaz Maros. Saya, kak Ira, dan kak Jannah pun memperbaiki wajah (wehhhh haha), setelah ritual 'tempel sana-sini' sudah selesai, kami langsung meluncur. Tapi, entah kenapa...bisikan jin gifo di telinga saya memaksa kak Ira untuk mengambil gambar saya di antara bunga kertas yang cerah sekali. Yahhh, sebagai pembuka lah.. hehe


Oiaaaa, weh, maklum nah temangg-temangg gambarnya agak buram2 gimana gitu. Karena pake kamera hapeji, blumpi ada yang bisa beli kamera digital, apalagi itu yang 'canon-canon' ahaha... Ke Almarkaz ajha pas-pasan bawa duitnya. :( :D

Okke, disingkat lagi ceritanya. Kami tiga bidadari galau (appa lg ini) mendarat di TKP, so...sebelum jin gifo pergi dan tak kembali, langsung saja kami mencari tempat yang bagus. 

Sebenarnya foto pertama itu kak Ira n kak Jannah bergaya di tengah jalan, tapi kak Ira tidak mau diupload, begitulah cewek klo kelihatan kurang bagus sedikiiiiiiiit ajha pasti tidak mau disebar2, pas dapat bagusnya bujud dah upload langsung tanpa komennnn (sayaji kapang) ahaha... Hah, sudahmi deh. Cekidot ....

Kegifoan yang tak terencana. >_< (dusta)
                                                                                                                                                                                                          
 

Nah, itu kak Ira yang motret. Keren toh.....? Masjidnya! -_-" (betul sekali)


Berikutnya, Edisi berdua-duan. Ganti-gantian pajang muka hehe









Trussssss... appa lagi yah? Ehm, oia, ini gaya acuh tak acuh. Galau memandang jendela, padahal asal ditau saja, tidak adaji dilihat. Justru tahan-tahan ketawa semuaji. Huhuhu





Keren toh, sok galau gitu. :D Ibarat syuting, berapa kali 'take' untuk mendapatkan hasil yang bagus. (sok bagusnya puang) Capek juga ternyata bergaya, padahal punggungtaji yang kelihatan. wkwkwk (baru sadar)


Masih ada lagi, tunggu dulu nah... :) 

Ini dia. Edisi bertiga. Pengambilan gambar bertiga merepotkan banget....karena tempat sepi jadi tidak ada yang bisa dimintai tolong. So, salah satu dari kita harus rela menjadi fotografer sekaligus model.....yang begini nih bikin gondok. Karena nasibnya 'orang itu' fotonya klo bukan kedekatan (jd kelihatan agak le'ba), tapotong (kodonk) , atau justru malah gak ke ambil (paling menderita). hehe


Tuh kan. Begini nih jadinya. :(


Sudah ditebak toh, siapa yang punya profesi kuadrat itu? Sayaji yang pasrah. Yah sudah nasib berjiwa fotografer sekaligus berwajah foto model. ckckck #Narsis tingkat planet Pluto! wkwkwk
Bicara tentang narsis, ehm, inimini yang sesungguhnya. Itu Iis (nunjuk hidung sendiri) kalo sudah pegang hape berkamera...ckckck menggila-gifo! Untung hapenya masih setia dengan kejadulan ^_^....klo tidak, adddeh, full memory isinya mukanya doang kapang. Parah betul tuh anak dah. (ala betawi-makassar punya) :P

Nih, liat ajhe dewek....



Setelah dirinya memastikan kak Ira dan k Jannah pergi duluan (sengaja). Dia pun beraksi.....
Pertama, minta difotokan dulu...
Selanjutnya, eng ing eng..... >_<"


Jepret!


Jepret! Jepret!


Jepret! Jepret! Jepret!
-_-"


Masih ada lagi. Tapi cukuplah, kasihan iis. Terlalu banyak penggemarnya nanti. (tepok jidat) hohoho

Nah, ceritanya toh. Capekmi Jin gifo liat kami bertiga. So...kami pun memutuskan untuk pergi PTB (Pantai Tak Berombak) Tempat wisata kuliner yang ada di seberang jalan. Tapi lagi2, kegifoan itu ternyata sangat luar biasa pengaruhnya. 
Tsettttttt

Jepret lagi euyyyyyy...



hahhaaha

Apakah kegifoan ini berakhir? Oh, tidak bisa (jin gifo berkata)  :/

Lihatlah ini....

ketika kak Ira dan k Jannah mulai sedikit lengah, eh, ada makhluk satu yang mencoba menggunakan kesempatan untuk,


Jepret! cckckck, appa ini? 

hah, jelek-jelek-jelek

So,


Jepret lagi! 

hahahaha
Lumayan. Pink ketemu Pink. Pinky girl deh... Tserrrrrrrr
"Kak Ira, kak Jannah, Aih....liatmi ini fotoe. Cantik toh? Inie. Aih, kita berdua we' tidak mau, padahal kupanggil-panggilki tadi. Sendirima mafoto. Cantik toh. Keren toh. Ini loh ..hei, hei, hei..."


Begitulah.... perjuangan si Pinky Girl mencoba memperlihatkan hasil jepretannya. Tapi dicuekinji. Diabaikan. Waduh, sakitnya euyyyyyy  -____-"


>>Skip<<
 

Oh yah, sampailah kami di PTB. Di Dewi Shinta yang sudah menjadi langganan. huhuhu

Apakah kegifoan benar-benar berakhir? Oh, tidak bisssaaaaaa (saya yang menjawab skrng) hehehe

ini,


Itu eh, yang dibilang pantai. Pantaikah itu? (aneh) anak SD juga sebenarnya tahu mana pantai mana bukan, tapi yah,,,,sudah menjadi kesepakatan bersama bahwa disebutnya pantai so ikutttt sajjjaaaa.... :D

yang penting....

Ssssssetttttttttttttttttt


Tiga jus Alpukat telah di depan mata. Sssrrupppppp, sedot cepat.... lupakan gifo2an, lempar jin gifo ke kolam PTB, hahahhaa

(end kapang)

Begitulah teman2, di hari Ahad yang berbahagia, kami benar-benar terjerumus oleh godaan jin gifo (lebay) di antara gerimis yang memaniskan keadaan. Kami bertiga bukanlah manusia biasa, kegifoan bisa menyerang siapa saja (sumpah), apatah lagi kami yang memang sudah ditakdirkan untuk menjadi foto model kehidupan (tsssssssssssssssahhh, muntah2 sendiri) :D
Yah...saya kira cukup sekian. Pada hari dimana saya pualing buanyak memamerkan wajah (hihihi) saya namakan 'Yaumul Ahmar Fatih' ......
apa artinya?
Yuppyyyy, HARI PINK 

Why?

Karena eh karena, saya mewarnai hari dengan merah muda yang ceria. Menghilangkan galau. Menampakkan kenarsisan yang baik. hohoho

Asli.

I was happy.
We were happy.

So bad.

(moga-moga bener deh englishnya) :D


Kami baru saja membuat kenangan yang indah dengan atau tanpa kata indah. Kami akan berterima kasih pada jin gifo kelak, ketika anak-cucu kami menggeleng-gelengkan kepalanya melihat foto-foto ini. Hahahaha

See u next time.....


I. Allah, lain kali pake itu e..apa itu namanya kah... ehm, yang kayak fotografer beneran. Apa itu?
Ah, kulupai. Kamera hapeji lagi deh. hahahahah

Jepret!






Tuesday, November 6, 2012

[Cerpen(bung) Coba-Coba] #2

[Lanjutan]



TETAPLAH MEMANGGILKU FATIMAH



Kata Medita, mungkin ini hanya perasaan kagum seorang murid pada gurunya. Itu hal lumrah yang sering terjadi di sekolah. Cepat atau lambat aku akan hilang dengan sendirinya. Aku berharap sama. Tapi faktanya, dua tahun lebih berlalu, perasaan itu justru semakin besar dan dalam.
            Di kelas dua dia tidak mengajarku. Dan saat-saat itu, seperti memasuki sebuah dunia yang hitam akan semakin hitam, putih teramat putih. Tidak berwarna. Mencuri pandang saat melintasi kelas tempatnya mengajar. Selalu berharap ada kesempatan berbicara padanya. Merasa tersanjung apabila disapa dengan panggilan ‘Fatimah’ itu berarti dia masih mengingatku. Berdoa bisa berpas-pasan dengannya di mana pun.
Jika, semua pikiranku berorientasi hanya padanya, inikah yang namanya rasa kagum?
            Medita menggeleng. ‘Rasanya kamu lagi jatuh cinta, Wi.’
            Kepalaku terkulai pasrah di atas meja. Itulah yang aku maksud. Aku tidak tahu bahwa ‘jatuh cinta’ bisa sekompleks ini. Sebuah perasaan yang mampu membolak-balikkan hati dalam sekejap saja.
Pertanyaannya, salahkah aku mencintai pria berumur 31 tahun? Pak Ali Hakim. Guru Bahasa Indonesia yang masih lajang, tinggi 173 cm, berat 65 kg, pecinta sastra, S-1 di UI, tidak suka minum susu, paling suka memakai kemeja warna biru jika hari seragam bebas, tegas, jarang tertawa, dan…baik hati.
            ‘Cukup!’ Medita terbelalak. Menutup mulutku yang mengeja Curriculum Vitae-Pak Ali. Menatap sekeliling kelas, takut kalau ada siswa lain yang mendengarnya. ‘Wi, sadar Wi. Pak Ali itu guru kita, masih banyak cowok lain yang ada di sekolah ini. Aku akui dia sedikiiit lumayan, tapi kenapa harus pak Ali sih?’
            ‘Kenapa? Kamu bertanya tentang perasaan, Ta? Seandainya aku bisa menjawab, aku tak perlu seperti ini. Saat aku mencoba menghilangkannya dari pikiranku yang ada malah aku mengharapkannya semakin besar. Aku hanya mengikuti saja kemana perasaan ini membawaku?’
            ‘Meski itu pada kekecewaan?’ Medita bertanya setengah berbisik. Dia menunggu jawaban. Aku membisu.
Apakah perasaan ini akan membawaku pada kekecewaan? Apakah perasaan ini akan membawaku pada kekecewaan?
‘Aku tak tahu.’


Di kelas tiga, seharusnya aku tak memikirkan hal-hal lain yang dapat mengganggu konsentrasi belajarku dalam menghadapi Ujian Akhir Nasional nanti. Termasuk, memikirkan Pak Ali juga ide gila untuk menyatakan perasaanku secara langsung padanya.
Meskipun masih wacana, Medita takut setengah mati mendengarnya. Kamu benar-benar sudah gila, Wi. Aku tertawa senang melihat reaksi sahabatku yang kaku mendadak. ‘Apakah ada yang melarang?’ godaku lagi.
Aku tersadar dari lamunan, seseorang menyebut namaku. Dan itu, suara Pak Ali.
‘Fatimah! Hei, kamu tidak mendengarkan saya?’
‘Eh, dengar kok, Pak.’ Aku berbohong.
‘Oh yah, lalu karya siapa puisi tadi?’ tanya Pak Ali dingin.
‘Puisi?’ aku menengok pada Medita, bahunya terangkat dan menggeleng lemah. Tak sedikit pun membantu. Aku gelagapan seperti maling yang ketahuan mencuri.
‘Apakah kamu belajar menjadi seorang pembohong, Fatimah?!’ Suara pak Ali bergetar. Nada marah tertangkap di telingaku. Suasana terasa hening, ketika itu juga bel tanda pelajaran usai berdering panjang. Pak Ali kembali ke meja dan membereskan barang-barangnya.
‘Kita sudahi pertemuan kali ini. Jangan lupa tugasnya, pertemuan yang akan datang kita akan membahasnya.’ katanya datar. Dia beranjak pergi, sesampainya di ambang pintu dia berhenti dan berbalik. Tak ada satu kata pun yang keluar dari mulutnya. Dia malah melanjutkan jalannya.
Aku menatap punggungnya yang menghilang. Mengapa dia semarah itu padaku? Satu per satu teman-teman meninggalkan kelas hingga yang tersisa hanya aku dan Medita.
‘Wi, Dewi!’
‘Eh,’
‘Kamu nggak apa-apa kan?’ tanya Medita hati-hati. ‘Tugasnya membuat puisi.’ Katanya setengah berteriak.
‘Apa?!’
‘Dari tadi kamu kok bengong terus sih, nanti kesambet setan India loh.’ kelakar Medita sambil joget chaiyya-chaiyya ala Briptu Norman. Mau tak mau aku tertawa. Perempuan satu ini selalu tahu kapan harus menghiburku. ‘Udah nggak usah dipikirin. Kan saat kelas satu sudah biasa dimarahin sama guru, kok yang satu ini sampai shock kayak gitu, sakit hati yah?’
Aku tersenyum kecut, malas menanggapi ledekannya. ‘Kamu pulang duluan sana. Masih ada yang ingin aku kerjakan.’ Medita menepuk pundakku, sebelum pergi ia meninggalkan sepotong kalimat.
‘Sabar, jangan terlalu dipikirin.’

Seperti memisahkan air dengan minyak, juga menemukan sebatang jarum di antara timbunan pasak. Tak mungkin. Jika itu yang kamu pinta, Ta. Aku merasakan genangan yang menebal di mataku. Bahkan memori yang berhasil kusimpan selama di sekolah ini, selalu tentang dia.
‘Fatimah, kamu belum pulang?’ seseorang membuyarkan lamunanku. Buru-buru aku menyeka air mata yang menitik. ‘Kamu menangis?’ lanjutnya.
Aku menggeleng, namun saat aku melihat orang yang berdiri di depan papan tulis segera aku bersuara, ‘Tidak, Pak.’
‘Hahaha, kamu bukan pembohong yang ulung.’ Aku tercekat. Tunggu, apa aku tak salah dengar. Pak Ali tertawa! Dia tertawa, betulkah itu?
‘Fatimah, Fatimah. Kamu itu gadis baik, berhentilah berusaha menjadi pembohong.’ kata Pak Ali bijak. Aku tertunduk, malu.
‘Pak Ali, kenapa kembali lagi?’ tanyaku heran.
‘Eh, apa, itu, ada yang ketinggalan!’ jawabnya gugup. Ada apa ini, tadi marah, lalu tertawa, dan sekarang salah tingkah, seperti bukan Pak Ali yang ada di hadapanku.
‘Apa?’ tanyaku penasaran. Berharap jawaban itu hanya alasan yang diada-adakan saja.  Pak Ali berjalan ke arah meja, lalu menarik laci dan mengeluarkan sesuatu. Dia mengangkat buku novel yang masih terbungkus untuk menunjukkannya padaku. Aku merengut seperti anak kecil. Dia tak berbohong.
            Lagi, dia tertawa. Aku ikut tertawa, tapi kali ini tanpa tangis. Aku bahagia bisa sedekat ini dengan Pak Ali, meski hanya sebagai murid dengan guru. 

[To be continue]

Yang mau lihat bag. pertamanya, sok atuh klik saja ini iya yang ini, nah yang ini nih... ^_^