Wednesday, September 5, 2012

Shelomita Not Autumn

SHELOMITA
(Keyakinannya Dalam Mencinta)
By: Sparkling Autumn


Aneh. Temanku sungguh-sunguh aneh. Aku dibuat pusing memikirkannya. Oia, namanya Shelomita. Dia cantik. Pintar. Sederhana. Jika kamu melihatnya, kamu pasti ingin mendekatinya. Jika sudah di dekatnya, maka kamu berhasrat memilikinya. Ketika kamu memilikinya, kamu takkan pernah rela melepaskannya. Begitulah kicauan teman-teman sekelasnya. Aku akui itu benar. Kamu harus percaya itu.

            Sayang, ada yang aneh dari Shelo. Begitulah panggilannya. Perihal cara mencintanya. Aku tak pernah paham, sekalipun selama tiga tahun dia menjelaskannya. Aku tetap saja tak mengerti. Ah, Shelo nampak mengerikan dalam kondisi seperti itu. Ini menurutku, entah apa pendapat kamu jika menyaksikannya berkata, “Lev, seperti inilah aku mencinta. Membiarkan lelaki itu dalam ketidaktahuan bahwa aku mencintainya.” Aku sampai terbengong ketika dia melanjutkannya, “Karena cintaku bukan untuk meminta dia menjadi milikku. Cintaku adalah penyerahan. Pada sebuah kitab yang aku percaya, di sanalah tertulis jawaban dari semua pertanyaan.”

            Shelo, Shelomita, bagaimana dia bisa memiliki pemikiran kuno seperti itu. Cinta itu harus dikejar, diperjuangkan, dan dipertahankan. Kamu setuju padaku, bukan? Cinta itu tak boleh diam. Cinta itu bicara. Katakan apa yang kita rasakan, biarkan orang yang kita cintai mengetahuinya. Karena jika hanya dipendam, hanyalah rasa sakit yang mengakar.

            Hahaha, aku tertawa bodoh. Shelomita mengindahkan pendapatku, maksudku, dia cukup teguh memegang prinsipnya. Karena apa yang dia katakan tiga tahun lalu sampai hari ini masih dijalankannya. Ini salah. Menurutku, juga mungkin menurutmu.

#

            “Aku mencintainya, melakukan segala yang dia suka, Shelo. Tapi-”
            “Tapi kamu tak cukup sabar. Kamu memintanya dan dia menolakmu. Lalu kamu marah, menangis, dan kecewa. Apakah menurutmu itu cinta, Yan?”
             Serempak aku dan Yanti bersatu dalam heran. “Maksud kamu, Shelo?” suara Yanti tercekat.
            “Hanya keyakinan tentang cinta. Kamu perlu menjawabnya. Mungkin bukan sekarang.”
            Yanti diam, menemani kebingunganku.

#

            “Shelo, kamu gila?! Lelaki itu menyapamu dan kamu hanya mengangguk. Membiarkannya berlalu saja. Ingatlah butuh berapa lama kesempatan langka ini terjadi! Shelo?!” Aku menahan gemuruh. Kemarahanku tertelan. Kamu tahu kenapa? Sebaris senyum manis dari bibir Shelo nampak indah di bawah sinar matahari.
            Sepertinya, dia menikmati harmoni antara hangat Surya dan lembut angin yang menyapa kulitnya. “Lev!” Aku terlonjak. Mata Shelo menghujamku. “Cintaku tak berisik. Bahkan ketika lelaki itu akhirnya pergi, cintaku akan tetap diam. Sampai saatnya tiba, cintaku akan berbicara pada cinta yang benar.”
            Kamu dengar itu teman? Aneh. Konsep cinta yang aneh milik Shelo. Apa yang dapat aku katakan jika aku sungguh tak mengerti jalan pikirannya. Mengikutinya seperti aku tersesat. Tidak mengikutinya aku terusik. Aku kelu. Membiarkan Shelo tersenyum, selama mungkin yang dia suka.

#

            Hari ini datang. Aku mencari air mata Shelo. Tapi aku tak menemukannya. Bagaimana bisa? Kamu harus tahu apa yang terjadi hari ini pada cinta Shelomita. Lelaki itu, yang tiga tahun telah dicintai Shelo dalam diam, dia menemukan pujaan hatinya. Wanita lain.
            Sepanjang hari aku di sisi Shelo. Rasa sedih mendalam milikku seakan lebih besar dari Shelo yang kehilangan. Tak ada setetes pun air mata yang luruh di pipinya.
 Ada apa ini?!
            Tak ada air mata. Tak ada suara. Kemana perginya kata-kata? Aku ikut diam. Bersama Shelo aku tetap menjalani sisa hari ini seperti biasanya. Walau sesungguhnya ada yang berbeda. Kamu mungkin bertanya-tanya, aku juga, biarlah Shelo menjelaskannya nanti. Ketika dia menyadari tentang cara mencintanya yang salah. Menurutku, mungkin menurutmu juga.

#

            “Lev, kamu tahu mengapa aku masih kuat berjalan, setelah lelaki yang aku cintai tak mencintaiku juga tak menjadi milikku?” Shelo tersenyum. “Karena cintaku tak berisik. Bukan meminta dia menjadi milikku. Lalu aku menjadi miliknya. Cintaku adalah penyerahan. Ketika Tuhan menjawab ‘Ya’, aku percaya cintaku akan menemukan jalannya. Namun, jika Tuhan menjawab ‘Tidak’, Dia akan mengarahkanku pada cinta yang sesungguhnya. Aku yakin itu, Lev.”
            Aku membisu. Shelomita memiliki cara mencinta sendiri. Kemungkinan-kemungkinan yang kita ucapkan bisa saja beribu, namun kebenaran hanya satu. Shelomita meyakini kebenaran cintanya dalam diam. Dia menjadi kuat karenanya. Aku menghargai itu.
Bagaimana dengan kamu?
#

Shelomita, aku mencintaimu dengan caramu. Meski hanya sebuah buku diary. Akulah Lev: tempatmu berbagi.

Senin, 3 September 2012.
 @AisyahAram



No comments:

Post a Comment