Sunday, March 30, 2014

Buku Harian - Avianti Armand



Buku Harian
(Avianti Armand)


Selalu ada langit tak berwarna
dan perempuan yang menulis di bawah langit seperti itu.

15 Desember

Lampu kristal itu menggantung tidak di tengah ruang.
Cahayanya ragu. Di seberang meja, tanganmu yang pucat
langsat memberi kode agar tirai-tirai dibuka. Aku beranjak,
tapi kamu berbisik, “Tidak sekarang.”

Di luar, jalan-jalan bercabang seperti argumen yang
membosankan. Sesekali derum mesin mobil menyela ruang.
Gelap menggosokkan tubuh ke jendela. Di sini, akar-
akar pohon menjalar seperti ular dan melilit kaki-kaki kursi
hingga tak bisa beringsut.

Makan malam – entah keberapa – dan aku, kamu, masih
Meninggalkan pertanyaan berdenting di atas piring.

“Beranikah kita?”

Akan tiba satu waktu di mana kita harus menjawab, akhirnya,
sebelum puding pencuci mulut. Sebelum dingin
menyamarkan keriput. Kita telah cukup mengukur hidup
dengan bercangkir-cangkir kopi dan bertumpuk-tumpuk
novel. Lihat, shawl yang melingkar di lehermu sudah
menumbuhkan jamur yang subur. Dan rambutku semakin
tipis.

“Bagaimana kita akan menyelesaikan ini?”
Dengan laku? Dengan dusta? Kita belum gila.

Kamu kembali menutup semua dengan memesan kopi dan
aku tahu tidak akan ada waktu yang baik.

Cahaya lampu menua. Aku masih bisa mendengar musik dari
ruang yang jauh – satu hari tempat kita mulai segalanya.
Bukan dengan firman, cuma kata-kata yang terjepit di antara
lidah dan langit yang tak berwarna.

20 Desember

Hari ini kita batal menonton film tentang kita. Tak seorang
pun pernah menemukan kita.

28 Oktober

Hujan mengubah jalanan musim kemarau semacam cermin
yang mengganti namaku jadi Biru.

kita adalah sepasang roh yang dikutuk gentayangan
selamanya. Dan hari ini, di tikungan itu, kita kembali
bertabrakan. Tak ada guruh, juga petir. Kita cuma saling
bercakap dengan datar. Dan menatap. Aku menawarkan
payung. Kamu mengangguk. Lalu kita pulang bersama
dengan teduh.

Jalan-jalan sempit. Tangga yang sambung-menyambung,
Dinding-dinding yang saling berdesak (tapi telah kebal
Pada klaustrofobia). Polisi yang basah kuyup. Kucing hitam
Yang menggigil di atas tembok. Pintu-pintu yang terkunci.
Apartemen-apartemen kosong. Jendela yang tak
memantulkan apa-apa selain gelap…

Tak ada yang lebih jauh dari bentang di balik tirai hujan di
tepi payung.

Ketika hujan berhenti, matahari telah pergi. Langit pekat, dan
kita tahu, tak akan ada pelangi.
Kata satu suara dari film lama:
Cinta adalah tentang waktu. Tak baik bertemu orang yang
tepat terlalu cepat atau terlambat.

Tapi hujan telah mengubah wajahmu semacam cermin yang
mengganti namaku jadi Biru.

7 November

Pohon-pohon di depan rumah tumbuh dengan rimbun.
Hari-hari ini, hujan mendesakkan hijau dan biru sekaligus.

14 Desember

Makan malam itu hanya akan mengoyak satu lembar lagi
dari buku harian kita. Sesudah itu kosong.

24 Desember

Di musim basah ini tak semuanya basah. Kita mengenal
tanda-tanda bersedia paham bahwa sebuah SMS
adalah jarak terdekat yang bisa kita tangkap.

“Mataku tetap kering.” Tulismu singkat.

25 Desember

Kali ini kamu mengeluhkan Santa Klaus yang tak datang
berkunjung.
“Mungkin kenapa kita terlalu tua untuk orang tua itu.” Aku
mencoba menghibur.

Kamu menggeleng. “Mungkin karena ‘kita’ adalah
‘salah’.”

31 Desember

Mimpi atau bukan, aku melihat bayanganku mengendap-
endap menuju pintu, menuju merkuri lampu jalan yang
menjadikannya. Ia tak berkata apa-apa. Tapi sebelum
mengungkit gerendel, bayanganku menoleh dan dalam
gelap aku melihat: seorang perempuan yang menulis.
Hurufnya luka.

Maret, 2013

*

Sumpah, suka sangat puisi ini. :')

Friday, March 28, 2014

The Six Degrees of Separation: Ternyata...


Look at arround!

"See, setidaknya 'kita' terhubung dan dipisahkan oleh 6 pihak saja. Enam!"

*

Hai, kalian pernah dengar lagu The Six Degrees of Separation milik The Script? Kalau belum, kalian bisa coba download di sini. Yah, ini lagu tentang 6 hal yang akan dilalui seseorang apabila patah hati. (yeahh...yang lagi patah hati langsung berencana download) Ahahaha. But, bukan itu yang ingin saya bicarakan sekarang. Ada hal menarik ketika sedang mencari lirik lagu tersebut, saya malah mendapatkan artikel tentang sebuah teori 'Six Degrees of Separation' (Enam Derajat Pemisahan).

Jadi, katanya:



"Six Degrees of Separation" adalah sebuah teori yang mengatakan bahwa setiap manusia di bumi memiliki hubungan dengan siapapun manusia lainnya, yang hanya terpisah sejauh 6 orang.


Karena penasaran saya mencari beberapa artikel yang membahas teori ini, bisa dilihat di sini, di sini, di sini juga, masih banyak lagi deh yang membahas konsep fenomenal ini. Ehm, sebenarnya bagaimanakah gambaran konsep ini?  

Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Stanley Milgram, psikolog sosial dari Harvard pada tahun 1967. Teori ini berkaitan dengan fenomena Dunia Kecil. Secagai contoh, ketika berkenalan dengan seseorang, setelah berbicara panjang kali lebar ternyata dia itu anunya si anu kenalannya orang yang kita kenal, orang yang kita kenal ternyata kenalan orang yang dia kenal, pokoknya begitulah.. nyambung menyambung menjadi satu itulah Indonesia. Saling melempar tanya, "Kenalko sama si anu?" trus dijawab, "Kukenalji. Nah, temannya anuku itu." dan blablablabla hingga akhirnya keluarlah celetukan, "Sempitnya dunia!" (Ahahaha, kayak pernah aja ngukur luasnya dunia. ckckck) 

Gimana, hal serupa pernah terjadi di kehidupan kalian juga kan?

Katanya, pengalaman seperti ini disebut sebagai fenomena dunia kecil (small world phenomenon). Milgram (si penemu) kemudian melakukan percobaan yang ternyata berhasil menentukan bahwa rata-rata dibutuhkan 6 langkah/pihak untuk menghubungkan siapa saja di dunia ini.

 
Nah, ayo dicoba!

Apakah teori ini bisa dibuktikan kebenarannya? Teori ini pernah dibuktikan oleh seorang Kevin Bacon, lalu dibuatkan permainan yang dinamakan Six Degrees Of Kevin Bacon atau The Kevin Bacon Game, bahkan sampai si Bacon ini bikin lembaga yang bernama sixdegrees.org yah...wallahu a'lam sih, soalnya saya belum membuktikan sendiri. Tapi, pengen rasanya mencoba ahahaha kali aja saya terhubung gituh sama Messi, atawa vocalisnya The Script, atawa Leonardo D'caprio, atawa Bang Iwan Fals, atawa... (ngarep abisss) Biarlah, toh adanya ini teori, memungkinkan seseorang terhubung dengan orang yang diinginkan lain melalui 6 orang saja. Jadi inget lagu dangdut, pacarku 6 langkah, eh 5 langkah yah klo yang itu.:D

*

So? Kalau dihubungkan dengan J O D O H (Lah?!) itulah mengapa lagunya Afghan 'Jodoh Pasti Bertemu' sangat baik untuk didengarkan. Maksud saya, ahahaha liat-liatmi persoalan jodoh itu mirip-miriplah dengan teori ini. Pasangan yang tak saling kenal, ternyata...setelah ditilik, diamati, diterawang (hawwehh) ditelusuri gitu, adalah dua orang yang dihalangi dipisahkan oleh beberapa pihak saja.

Jadi, santai sajalah jombloa... kebahagiaan kalian yang tertunda itu (hanya) diakibatkan 6 orang yang pakaballisi menghalangi jalan kalian bertemu dengan pujaan hati. Jangan takut, 1 lawan 6 bisaji itu. *ngawur deh*

Untuk yang sudah menemukan pujaan hatinya (cieee), ayo buktikan teori ini. Tanya-tanyami istri, atau suami kalian, semoga tidak keluar kata, "Kauji pale!" Ahahaha

Wallahu a'lam. Kepada Allah-lah kita berserah. ^^

*

Siapakah 'seseorang' yang terhubung dengan saya? Singkirkan 6 orang itu!
Yeahhhhhahahaha!


Mksr, 29/03/14


Cerita Di Balik Nama ^^


Belikan saya es krimm dongss :D

"Karena saya perempuan banyak nama, saya punya banyak cerita."

*

Hai, di mana pun belahan bumi kalian berpijak, apa kabar? Bagaimana langit di sana, cerah biru merekah? Abu-abu kelabu? Atau meraah merona? Yayaya, di sini langit cerah tapi menangis... ckckck seperti seorang wanita saja, yang nampak luarnya ceria padahal menangis tersed-sedu di dalam. Eh, maksa banget analoginya.. ahahaha

Sore ini, saya pengen nulis tentang cerita di balik 'nama-nama' saya. What a world! 

*

1. Aisyah Istiqomah Marsyah

Ini nama asli. Di akte kelahiran, di ijazah, KTP, KTM, kartu perpus, inilah yang tertera. Ah, yah...nama ini pemberian mama. Apa harapannya? Baca di sini. Saya suka sekali nama ini (yaiyalah), selain karena Aisyah adalah nama yang enak disebutkan (*_*), juga nama Istri Nabi Muhammad saw  yang memiliki banyak kelebihan dibandingan istri-istri Nabi yang lain. Tssah, ini bukan narsis... begitulah fakta berbicara. Adapun cerita di balik nama ini sebenarnya ada banyak, tapi beberapa saja deh. 

Saat SD saya punya teman cowok namanya Komar, rambutnya kriting, anaknya lumayan lucu, dan entah siapa yang memulai... nama saya dikait-kaitkan dengan dia. Jadilah... Aisyah Istrikomar! How funny, hah?! Kadang saya cuekin, kadang ngeselin juga, tapi yah sudahlah saya terlalu sabar untuk marah-marah. Hahaha

Saat SMP, guru agama saya (masih muda dan agak calleda) sedang mengabsen di hari pertama mengajarnya. Pas nama saya di sebut, dia ngeliat-liatin saya sambil senyam-senyum trus bilang begini. "Aisyah udah nikah belum?" Ih yuuuu... temen-temen pada ketawa, saya jawab, "Belumlah, pak. Orang masih sekolah kok." Pak guru ngebales jawaban saya sambil nyengar-nyengir, "Loh kok belum nikah, umurnya udah 14 tahun kan? Aisyah, istrinya nabi itu umur 9 tahun aja udah nikah. Harusnya kamu juga udah nikah. Hahaha.." Hahahaha, saya pura-pura ketawa. Padahal sumpah, nggak mutu banget becandaannya Pak Guruku yang satu ini, karena setelah itu jadi bahan olokan teman-teman ke saya. Yeah, forget it!

Saat SMA, saya sempat 3 bulan bersekolah di SMA 52 Jakarta, karena nama saya berawal dari huruf A, jelas selalu kebagiaan absen paling atas, maka saat praktek bahasa Mandarin mau tidak mau saya maju pertama tanpa persiapan. Hal ini, selalu terjadi. Paling pertama dapat cobaan #eh Ahahaha. Oia, setelah itu saya pindah ke Pesantren yang bernama DARUL ISTIQOMAH. Bisa pas gitu yah? Kata mama beliau gak tahu klo ternyata tempat tinggal kakek itu di pesantren (yang bernama) Istiqomah. Dan beberapa santri mengira saya ganti nama jadi Istiqomah karena masuk pesantren. Behhhh... inilah kisah di balik nama asliku.

2. Iis

Kalau bernama Aisyah, kerap kali panggilannya menjadi Ica atau Cha-cha. Kok yah, saya malah jadi Iis. Yang dengar nama ini, pasti langsung mengaitkannya dengan Iis Dahlia, penyanyi dangdut itu. Setiap bertemu orang baru, saya memperkenalkan diri dengan nama Aisyah, ketika ditanya nama panggilannya, Demi Tuhan saya ingin sekali tidak mengatakan Iis, tapi tidak pernah terjadi. Ahahaha

3. Sparkling Autumn

Nama FB ini berhasil meredupkan sinar nama asli saya. ckckck sungguh keterlaluan! Dimana saya mendapatkan nama ini? Saya adalah pembaca novel dan suka sekali mencatat kata-kata yang baru, atau asing namun bermakna. Nah, awalnya nama FB saya itu CAMEO MARSYAH, cameo itu semacam berlian, ruby, gitu...unik dilihat. Tapi karena selalu lupa password, walhasil gonta-ganti FB deh. Terakhir, saya bingung mau menamakan apa. Ah, saya suka sekali dengan Musim Gugur lalu saat itu saya sedang membaca novel yang ada kata sparkle-nya. Meski sedikit memaksa, jadilah SPARKLING AUTUMN dengan filosofis, saya ingin menjadi seorang muslimah yang menggugurkan dosa-dosanya agar bisa berkilauan di dunia dan di akhirat. Huahhh... syahdunya gang :')

4. Keongky

Nama blog ini adalah perpaduan dua hal yang tak nyambung adanya. Pada tahun 2012, ketika video Keong Racun merebak, kami (para pembina SPIDI) bertanya-tanya siapa itukah orang, heboh banget? Nah, sayalah yang pertama kali lihat di TV dan menceritakan tentang duo dara yang lypsinc lagu keong racun. Mereka penasaran. Ketika sudah melihat, bertestimonilah adik Imut, "Lebih cantikki kak daripada mereka." Olala, sejak itu saya dipanggil, kak Keong/Putri Keong, pokoknya begitulah dan bukan karena saya orangnya lambat seperti keong. Ckck

Nah, Yongky adalah pemain sepakbola Timnas yang sangat amat saya kagumi (dulu), akhirnya saya namakanlah blog saya KEONGKY: perpaduan antara KEONG + YONGKY ahahaha...

5. YahAisyahYah

Ini nama Twitter, ehmm... awalnya @AramAutumn lalu berubah @AisyahAram kemudian sudah saya putuskan untuk mematenkan @YahAisyahYah, ahaha enak ajha diucapkan. 

6. Alien

Ahahaha, nama ALIEN, saya gunakan di LINE, Whatsapp, BBM, Tumblr, entah kenapa saya suka sekali dengan kata ini. Mungkin saya suka langit, suka bintang, suka bulan, suka hal yang berbau astronomi, kadang bertanya-tanya: sungguh adakah alien itu? atau jangan-jangan kitalah alien itu? Who knows? :D

7. Oos

Kalo nama ini, khusus panggilan dari om Anca. Ketika saya mengunjungi beliau pada Lebaran tahun lalu, saya pikir beliau lupa panggilan ini. Dan ternyata, "Eh si Oos, udah besar yah. Cantik kayak ustajah-ustajah." beliau takkan lupa sepertinya. 

8. Is Is

Dan panggilan ini, ahahaha hanya orang gila yang sedang bahagia panggil saya ini. Akhir-akhir ini saya tidak pernah dapat panggilan ini, mungkinkah orang gila itu sedang-tidak bahagia? Huh!

*

Huaahhh, banyaknya namaku ternyata. Ahahaha... tak apalah saya menjadi perempuan banyak nama, dan mestilah memiliki banyak cerita. Panggilah saya sesuka anda, selama itu adalah panggilan yang baik, penuh makna dan doa. Sebab saya adalah penentang sejati pikirannya si-Shakespeare, "Apalah arti sebuah nama?" Demi Tuhan, nama itu sangat berarti! Terima kasih. 


Mksr, 28/03/14


Thursday, March 27, 2014

Di Antara Langit dan Laut



Seperti langit, seperti laut.

"Antara Langit dan Laut, ada Aku."

*

Di dalam mimpiku siang ini, aku tergeletak di suatu tempat, berlantai kaca yang transparan. Seperti berada di atas globe yang besar, luas sekali. Sepanjang mataku memandang aku hanya melihat hamparan lantai kaca.

Aku memegang hape. Aku masih terbaring. Hanya memandang laut yang berada di bawah kaca, ah bukan, di dalam kaca. Entahlah, aku tak tahu membahasakannya. Aku terlalu takjub. Saat itu aku bersama seseorang, entah siapa. Perempuan atau lelaki, aku juga tak tahu. Kami berdua di tempat asing itu, dan sama-sama terkesima dengan apa yang ada di hadapan kami.

Akan kujelaskan lebih rinci, mumpung aku masih mengingatnya dengan jelas. Kalian tahu globe? Yah, tiruan bumi yang biasa kita pakai saat pelajaran IPS. Nah, aku merasa tempat itu seperti globe yang besar sekali, ataukah sebenarnya itu adalah bumi? Dasarnya terbuat dari lantai kaca, aku bisa melihat air yang bergolak di dalamnya. Aku sempat memandangi pusarannya. Indah sekali. Seseorang yang menemaniku, berjalan ke sana ke mari, sedang aku (entah kenapa) hanya terbaring saja menghadap laut di dalam kaca. Sampai pada akhirnya, aku terkejut saat melihat ke atas, di atasku ada langit yang terhampar luass sekali, biru. Dan awan-awan putih membentuk semacam gelombang yang menakjubkan. Maha suci Allah atas kuasanya, di mimpi itu semuanya terlihat indah.

Aku pun berdiri. Tanganku bergerak memoto langit, dari segala arah. Mulutku mengucapkan kalimat ini berkali-kali, "Indah sekali. Langit dan laut. Apakah mereka bisa membedakan ini?" sampai aku terbangun.

Mereka? Kepada siapa aku ingin memperlihatkan foto-fotoku?
Seseorang yang menemaniku, siapa dia?
Sekedar bunga tidurkah mimpi ini?
Tempat apakah itu?

Aku tak pernah tahu jawaban di atas, namun yang terpatri di ingatanku tempat itu sangattttttlah indaaaahhh. Langit dan Laut. Sungguh dekat jarakku pada keduanya. Seakan-akan akulah pemisah keduanya. Terima kasih Tuhan, untuk mimpi indah ini. 

Mksr,27/03/14

Saturday, March 22, 2014

3 Paragraf, Lang...


"Sedih. Pedih. Perih."

*

Hai, selamat malam. 
Katamu,
"Biarkan saya bersedih malam ini
sebagai ganti atas air matamu
selama ini."
Dan, sesak rasanya.

Bila mesti menangis lagi,
sudahlah...
sedih yang berkepanjangan itu
mengulur jauh kebahagiaan.
Serekat senyum lebih menenangkan,
bukan?

Jangan bersedih lagi, yah...
buang lagu duka yang kita suka.
Pejamkan matamu, ada nada indah
dari perut bumi.
Lang, sampai jumpa di mimpi.


Maros, 220314

Thursday, March 20, 2014

Aku Daun


 "Aku daun. Kau manusia."

*

Aku takkan mengatakannya di akhir, bahwa aku adalah daun. Aku katakan di awal agar kau tak merasa kaulah daun yang gugur itu, yang tak membenci angin, yang tak berkesah, pasrah. Kau kah itu? Tidak, itu aku!

Aku daun, kau manusia. Aku gugur, kau tidur.

Mengapa kau selalu ingin menjadi diriku, sekalipun aku tak pernah ingin menjadi dirimu. Aku suka saat diriku menguning, disapa angin, kalau saatnya aku lepas dari tangkai aku tak mengelak. Dan kau manusia, kau dilahirkan, tumbuh-berkembang dengan paras yang dipuja alam, ada pula saatnya kau menua, dan kembali pada yang Kuasa. 

Apakah kau ingin menjadi manusia yang tak bersyukur? Aku hanya tak mengerti inginmu. Menjadi aku? Lalu, aku? Aku hanya ingin menjadi diriku. Daun. Aku takkan berdebat mencari siapa lebih hebat. Aku hanya ingin kamu memberitahukan pada teman-temanmu, bahwa kau manusia. Itu saja. Terlepas apakah mereka percaya atau tidak, pengakuanmu adalah melepas jerat kufur. Kau bisa puas tersenyum sebagai manusia. Aku juga. Meski aku gugur, diinjak oleh tapak, dan berakhir dalam pembakaran. Tetaplah, abu itu adalah abu daun. Aku suka segala perjalananku, menjadi apa pun akhirnya.

Aku daun. Kau manusia. Mari bersyukur pada Yang Maha Kuasa.


 Mksr, 200314

Wednesday, March 19, 2014

p u l a n g


 "Pulanglah, senja sedang ranum-ranumnya."

*

Matahari yang pulang membawa terik, dirindui untuk milyaran detik. Apa yang akan kita lakukan sekarang, Ai? Menunggu. Menunggu apa? Hidup penuh pengulangan, sementara setiap senja meranumkan langit, kita hanya mengulang pertengkaran yang sengit.

Bertukarlah kabar, Ai, bahwa kau tak sanggup tabah. Lelah. Kau punya ruang yang tak dimiliki kita. Kau berhak mengutuk-ngutuk gundah yang dicipta kita. Kau pulanglah juga, seperti matahari. Pula, bawa kesetiaan hatimu yang tak pantas terlunta. Karena aku lebih yakin matahari akan kembali, dibanding diriku sendiri.

Dalam bentuk pijar-pijar bintang, dalam pendar-pendar lampu kota, percik-percik kembang api, kerlap-kerlip lampu pesawat, darimana saja asal kebaikan hatimu tak terjebak gelap. Bahkan di pancaran matamu, matahari melembut menepis kabut.

Ini bukan soal malam pasti menjadi pagi. Ini tentang hati. Sebanyak apapun 'Aku mencintaimu' kita hembuskan dan pecah di kehampaan ruang, tetap saja tak membawaku pulang. Lalu, putih hatimu kembali tersakiti.

Jika detik ini telah kau rasakan bau malam, percayalah banyak hal baik bisa kamu ulang-ulang yang pantas terkenang. Sebelum itu, pulanglah... kepada kepastian yang bukan aku. Kepada kehidupan yang lebih terang tanpa keraguan, aku.

Mksr, 190314.

Sunday, March 16, 2014

A Cup of Rain



According to Rainbow,
what is colour to my sorrow?

For the latest breakfast, dear
So many suns that I gave
to be near: to be with you

Now, I'm enjoying this dusk
with a cup of rain. Don't wanna
tell the taste: too pain.


*Half of March, Mksr. 

Friday, March 14, 2014

A Slice of Moon



Setelah seribu tahun, setelah itu larilah!

*

Malam. Detik ini, di hadapan sebuah layar aku menuliskan apa yang tak kurencanakan saat tubuh berbaring di atas ranjang. Keinginan kuat membangunkanku dari khayalan panjang tentang bagaimana dan seperti apa wajah orang kehilangan: sesuatu, seseorang, segala-galanya? 

Aku terbangun saat memikirkan kesedihan, aku terjaga hanya untuk menuliskan kesedihan, aku menggunakan banyak kata kesedihan yang rupanya nampak samar. Aku tak mengenalnya, dan segera ingin mengenalnya lebih dalam...sampai aku menangis, biar akrab. Walau nyatanya, air mata bukan satu-satunya tanda pengenal kesedihan, aku menipu diriku sendiri.

Sampai di sini, aku belum menuliskan apa yang sejak tadi paling kupikirkan. Aku terlalu banyak mikir. Padahal, hanya satu kalimat saja. Lalu aku bisa kembali tidur. Aku berpikir lagi. Tetap saja yang tertulis berbeda. 

"Aku mencintaimu, tetaplah di sini di jalan ini."

Aku pamit. Sudah terlalu larut. Waktu tidur terpotong sungguh banyak, aku menabung hitam (lagi) di bawah kelopak mata. Aku membaca kembali tulisan ini, tak ada yang perlu dihapus sebab aku masih saja menulis. 
 
Baiklah, cukup. Aku bisa tidur setelah ini. Aku sudah menuliskannya sejak tadi. Lega. Terima kasih telah membaca tulisan ini. Tapi hanya satu kalimat paling hitam saja yang benar-benar ingin aku sampaikan. Kemudian menangisi kalimat pembuka, semoga hanya dalam mimpi.

Separuh Maret, 02.02
 

*Adakah benang merah tulisan ini dengan khayalku? Entah.


Tuesday, March 11, 2014

Puisi Setengah Tulus


"Mempercepat kematian: puisi atau aku: atau"

*

ini adalah puisi paksaan
ditarik dari kebebalan,
otak dan malam

akan diakhiri
dengan ketulusan,
kata akhir.


Asmaradana: Kwatrin Musim Gugur



KWATRIN MUSIM GUGUR (I)

Di udara dingin proses pun mulai: malam membereskan
daun-daun
menyiapkan ranjang mati.
Hari akan melengkapkan tahun
sebelum akhirnya pergi.



KWATRIN MUSIM GUGUR (II)

Kini akan habis matahari
yang membujuk anak ke pantai
Tinggal renyai
Warna berganti-ganti. Dan engkau tak mengerti.



KWATRIN MUSIM GUGUR (III)

Pada kalender musim pun diam
Pada kalender aku pun bosan.
Di bawah daun-daun merah, bersembunyi jejak-jejak
singgah
Sunyi dan abadi. Musim panas begitu megah.



KWATRIN MUSIM GUGUR (IV)

Kabar terakhir hanya salju
Suara dari jauh, dihembus waktu
Kita tak lagi berdoa. Kita tak bisa menerka
Hanya ada senja, panas penghabisan yang renta.


*


dari,  kumpulan puisi ASMARADANA karya
Goenawan Muhammad.

Sunday, March 2, 2014

Siapa-siapa, Aku?

a u t u m n

"Jangan jadikan aku siapa-siapa untukmu."

*
Apa yang retinamu rekam setelah melihat wajahku? Apa aku menjelma menjadi bidadari bersayap putih? Tentu tidak. Bagaimana dengan suaraku? Apakah kerap kali menjadi semacam alarm yang tiba-tiba mengagetkanmu kala sendirian? Tidak juga, bukan? Bagaimana dengan tulisanku, serak-serak kata yang dengan sangat pede aku posting di sana-sini. Apakah serta-merta menjadikanmu paparazi yang mengikuti kemanapun perginya curahan hati ini? Pasti tidak.

Semua itu, yah pertanyaan di atas hanyalah kebodohan yang nyata. Aku melihatmu begitu cerdas adanya. Aku akan tenang setelah kamu menyadarinya. Terima kasih.

Aku bukan siapa-siapa.


(ingin) Ke Pelabuhan



KE PELABUHAN


Benarkah setiap senja
matahari masih terbenam juga
kasihku?
pernah kupelajari, sudah sekian waktu
yang lalu, bahwa bulan mengitari
dunia, dan dunia matahari –
bulan, yang bagai mangga kemuning
menyandarkan diri pada awan-awan
yang bergerigi
dan matahari terbakar merajai hati
sewaktu mobil menyusur kali dan kali
mengalir ke laut, lautan luas –
benarkah setiap senja?
karena sebelah kiri hanya tampak
nyala jingga langit merenggut-renggut lambaian bendera
dan cakrawala dirembeti gubuk-gubuk, rapuh dan kelabu
benarkah begitu; bahwa
suatu saat matahari dan lautan
akan bersentuhan, dan berjanji
bagai kedahsyatan yang menghilang
dan akan kembali lagi.

(Toety Heraty)