SAYA. SAYA. SAYA. SAYA. SAYA.
Wahai ibu, gantunglah sementara kata 'saya' di rumah ibu yang besar dan nyaman itu. Kami telah menanggalkan 'saya' di kamar-kamar kecil nan sempit kami. Kembalilah pada RPP, pada awal niat kedatangan ibu di kelas ini. Waktu berlalu, hanya gunung 'saya' menimbun otak kami. Setelah melewati pintu itu, jangan salahkan kami jika lahar 'saya' tumpah di masyarakat.
Peradaban 'saya' bukan berita baik untuk generasi mendatang.
yah,,, membosankan sangat, yang saya coba pahami adalah di bagian mana benang merah antara ilmu dan pengalaman itu terhubung, hingga kata "saya" merampok seluruh penjelasan yang lebih dibutuhkan. :)
ReplyDeletebetul kak. Bukan saya meremehkan pengalaman, namun untuk kondisi ini,,,sungguh bukan saatnya. Karena nggak nyambung! huff...
ReplyDelete