Thursday, July 24, 2014

Surat Untuk Anakku Kelak


Sumber gambar

Assalamualaikum Wr.Wb

Nak, sudah sebesar apakah dirimu saat membaca surat ini? Kamu akan menemukannya karena ibu yang akan menyuruhmu membacanya. Atau kamu sendiri yang menemukannya, kelak. Inshaa Allah. Kamu tahu nama ibumu kan? Yah, Aisyah Istqomah Marsyah. Ibu selalu merasa bangga memiliki nama yang seindah ini. Terlebih lagi ketika banyak orang yang memuji ibu karena nama ini. Di sini, ibu pernah menjabarkan arti nama ibu. Silahkan kamu membacanya.

Kamu tahu apa yang sedang ibu risaukan saat ini? Adalah perihal 'ISTIQOMAH' yang tertera di nama ibu. Kenapa? Seperti yang kamu ketahui, ISTIQOMAH berarti kuat pendirian, teguh, tegak lurus. Apabila kamu sudah menetapkan sesuatu, kamu akan menjaganya dan meyakininya dengan sungguh-sungguh. Seperti itulah kira-kira pemahaman ibu.

Namun, ber-ISTIQOMAH bukanlah perkara yang mudah, nak. Kamu tahu, dulu ibu seorang santri di sebuah pondok pesantren (Darul Istiqomah). Ibu pernah menghafal 3 Juz untuk syarat kenaikan kelas di jenjang SMA, ibu pernah mendapatkan predikat 'Santri Teladan' pilihan seluruh santri, ibu pernah sangat rajin ikut pengajian, mempelajari agama islam dengan antusias, pula dikenal sebagai santri yang 'alim' entah dari mana predikat itu muncul. Serta, berdakwah untuk menjalani kebaikan ini-itu. Sekali lagi nak, ber-ISTIQOMAH adalah suatu hal yang sulit. Jika untuk mendapatkan sesuatu adalah pekerjaan yang sulit dan butuh perjuangan, maka ISTIQOMAH lebih lebih dan lebih sulit lagi. Itulah mengapa kamu harus tahu nak, yang menjadi kebanggaan ibu di atas tak semua kamu lihat tersisa pada diri ibu yang sekarang (saat ini). Yang pernah ibu hafal, telah hilang terlupakan. Keteladan yang pernah ibu miliki, rasanya sangat jauh dari prilaku ibu yang sekarang. Ibu tak lagi pernah ikut pengajian. Ibadah pun, ibu hanya mengerjakan yang wajib itupun untuk shalat ibu tak lagi tepat waktu. Bahkan ada hari di mana ibu merasa malu 'pernah' merasa bangga pada apa yang ibu raih, pada akhirnya semua hanya semu. Karena apa? Karena ibu tak ISTIQOMAH menjaganya. 

Nak, manusia memang tempatnya salah dan lupa. Itulah mengapa Tuhan memberikan banyak kesempatan untuk bertaubat dan menyuruh kita untuk senatiasa meminta ketetapan hati, bukankah kau selalu merasa hatimu terbolak-balik? Ada saat kamu bertanya-tanya mengapa harus berjilbab, sedang kamu merasa cantik dengan memamerkan rambut indahmu? Semua ketetapan dan pilihan hati kita, akan selalu memunculkan tanya 'mengapa'. Mengapa saya mesti berjilbab? Mengapa Jilbab saya terlalu panjang? Mengapa saya harus memakai pakaian longgar ini? Mengapa saya tak memakai celana panjang? Mengapa saya tak pacaran seperti yang lain? Mengapa saya harus shalat 5x sehari? Dan masih banyak lagi pertanyaan yang akan menggoyahkan hati dan iman kita. Ibu menulis ini, karena ibu pernah dan sedang merasakannya. Dan semua orang, khusus para muslimah yang telah memilih jalan kebaikan, akan diguncangkan keraguan demi keraguan. Di situlah ISTIQOMAH berperan.

Nak, kesedihan yang sedang ibu rasakan saat ini adalah, menemukan teman-teman seperjuangan yang berubah total, adik-adik santri yang pernah ibu bina juga banyak yang berubah, ajaran-ajaran yang diterima selama beberapa tahun di pesantren seperti tak membekas, dan yang lebih menyedihkan lagi, saat ibu menyelami jauh ke dalam lubuk hati ibu, ibumu ini juga termasuk bagian dari mereka; yang belum istiqomah.

Nak, menjadi baik itu proses panjang. Merasa paling baik itu adalah kesalahan besar. Karena, ibu yang dulu pernah merasa 'terbaik', kini disentakkan kenyataan bahwa mereka yang dulu bergelar 'buruk' kini menjadi begitu memesona dengan perubahan mereka. Ibu sedang membicarakan teman-teman ibu, ibu bangga pernah menjadi saksi perubahan baik mereka. Kalau kamu berkaca, tentulah kamu juga akan menemukan kejadian serupa. Orang-orang akan berubah kepada dua arah: dari baik-menjadi buruk atau justru sebaliknya, buruk menjadi baik. Dan selama nafas berhembus, kita takkan pernah bisa menghakimi seseorang, yang bisa kita lakukan adalah mendoakan yang terbaik untuk mereka. Siapa pun.

Nak, mari kita belajar untuk ber-ISTIQOMAH atas apa yang telah kita yakini dan tetapkan dalam hati. Apapun itu. Ibu takkan mengatakan ini mudah, bahkan ibu yang bernama Istiqomah dan pernah menimba ilmu di Darul Istiqomah-pun, masih harus terus mencoba dan belajar. Tak ada yang menjamin ke-ISTIQOMAH-an melekat dalam diri kita, kecuali atas Rahmat Allah. Meski terus mengulangi banyak kesalahan, kita akan kembali kepada Tuhan dalam sujud panjang. Kita harus berjanji dan saling mengingatkan untuk menjadi manusia yang baik, tak hanya saat ini saja, tapi sampai akhir kita menutup mata.

Bila kelak saat membaca surat ini kamu menemukan ibu dalam kekhilafan, tegurlah ibu, dan ingatkan kembali tentang perjuangan untuk ber-ISTIQOMAH dalam hidup ini. Dan jika ini terasa sulit dan berat bagimu, tak mengapa, perjalanan hidup akan membuka mata hatimu. Sebagaimana apa yang tengah ibu rasakan saat ini.

Semoga kamu mengerti, nak. Di mana pun kelak kamu berada, tetaplah Istiqomah. Semoga Allah merahmati hidupmu, hidup ibu, hidup keluarga kita dan seluruh ummat muslim di muka bumi. Aamiin.

Salam,

Ibu yang mencoba Istiqomah di jalan-Nya.

*
                                                                    
Di ambang kepergian Ramadhan.  Jkrt, 250714.   
                                                                     

2 comments:

  1. Ah, ini mi tawwa ibu andalang...
    Bru ka mau coret2 blog tntg jilbab, eh ketemu sma tlisan ini. :D

    ReplyDelete
  2. Ahhaahaha issengi :P

    Btw, nda bisaka komen di blogta -_- pdhal motonga meninggalkan jejak gitu -_-

    ReplyDelete