|
Is! |
Cinta monyet? Hei, guys I'm not a monkey!
Okelah, untuk pertama kalinya saya ingin bercerita tentang cinta di masa sekolahku. Yang sangat amat jarang terjadi. Selama 12 tahun masa wajib sekolah, hanya satu yang pernah hadir dan saya akui sebagai
'The Man Who Cant be Moved' dari hati saya.
Sejak mengenakan seragam sekolah, saya jarang suka sama seseorang. Saya lebih suka belajar dari pada memikirkan hal konyol -anggapan dulu- yang hanya merusak konsentrasi belajar. Tapi, lelaki itu, dia mematahkan prinsip kekekalan saya. Hahaha. Dia hebat, saya akui itu.
Saat itu saya kelas 2 SMP. Karena terlalu banyak murid, saya mendapatkan jatah kelas siang hari. Ini menjengkelkan sebenarnya. Hari pertama masuk, saya memilih bangku paling depan -selalu- dan saya masih seperti Iis yang dulu. Pendiam. Untung saja beberapa teman adalah teman SD, juga teman saat kelas satu, perkenalan pun tidak terlalu sulit.
Oia, lelaki itu. Dia di ujung kelas, memilih bangku di sudut dan tenggelam dalam kesibukannya sendiri dan terkadang dengan teman sebangkunya yang ribut. Semua berawal ketika saya mengamati isi kelas, membaca suasana dan tak sengaja menatap matanya yang (seperti) sedang memandangi saya. Deg! Okelah, saya bukan orang yang cepat ge-er, saya pun menganggap hal itu kebetulan saja.
Perjalanan waktu ternyata membuat kisah ini menjadi semakin seru. Sepasang mata di sudut kelas sudah berkali-kali saya tangkap kedapatan sedang menatap saya. Ah, dia curang, dia bebas sekali membaca saya-gerakan saya karena dia dibelakang dan saya di depan. Sedang saya? Huh, harus menahan rasa ingin tahu yang begitu hebat. Apa yang sedang dia lakukan? Apakah dia masih menatap saya? Apakah dia tertawa atau tersenyum atau murung seperti biasa? Saya tak pernah mendapat jawaban karena setahun berlalu saya selalu di depan dan dia di belakang.
Tentang dia, teman SMP saya yang baik. Sedikit pendiam, walau terkadang cerewet juga. Tulisannya rapih. Pintar. Kami biasa bertemu di Musholla, di saat teman-teman yang lain lebih meramaikan warung jajan daripada shalat ashar. Dia tinggi, putih, sudah pasti menjadi incaran cewek-cewek lain. Oia, dia selalu memakai topi. Dan yang masih saya ingat, matanya bening. Hahaha.
Apa yang membuat saya jatuh hati padanya?
Ada hal konyol yang dia lakukan selama setahun kami menjadi teman sekelas. Setiap pulang sekolah, dia yang bertempat tinggal lebih jauh dari saya, selalu menunggu saya di pertigaan. Di sana, dia dan teman-temannya nongkrong menunggu angkot. Tapi, dia tidak akan pergi sebelum saya lewat. Yah, itulah yang dia kerjakan selama dia menyukai saya. Ketika saya lewat di hadapannya, dia akan memanggil saya, "Is!" Lalu saya menoleh sambil terus berjalan. Dia hanya diam-saya pun diam. Menatap saya sampai menghilang. Terkadang, saya tidak menoleh sedikit pun. Sesekali, saya memilih mengambil jalan lain untuk menghindar. Saya takut saya bisa jatuh atau terpeleset lantaran keki yang tak ketulungan.
Itu konyol yang menyenangkan!
***
Saya menyukainya?
Iya. Itu sudah jelas. Namun tak ada yang tahu. Meski kabar dia menyukai saya begitu santernya, saya tetap bisu. Perasaan itu, saya menyimpannya sangat dalam. Tidak ada yang bisa membacanya, saya pikir. Pernah beberapa kali, teman saya berkata, "Iis, terima dia dong! Dia suka banget tau sama elu." Saya timpali bujukan mereka dengan tawa. Andai mereka tahu bisikan hati saya, "Apa yang mesti diterima? Ngomong aja gak pernah."
Hahaha, yah... believe or not, saya dan dia tak pernah bicara, bercakap, selama setahun berteman. Begini, saya adalah tipe orang yang tidak akan berbicara pada cowok yang saya tahu bahwa dia suka dengan saya. Saya benci koor-an "Cieee" jika saya tertangkap basah mengeluarkan kata, meski hanya sepatah. Huh. Itu menyebalkan sekali.
Sampai naik ke kelas 3, saya tidak yakin apakah pernah bicara dengannya lebih dari 5 menit. Semenit pun tidak, seingatku. Ckckck
***
Sejak kelas 3 SMP sampai saya lulus SMA di pesantren, saya tidak pernah menyukai seorang pun selain dia. Ini keren, bukan? Saya pikir saya akan bertemu dengan sepasang mata bening itu lagi di kemudian hari, harapan saya muluk banget, juga konyol. Saya berharap dia mencari saya, masih menyukai saya, dan ingin menatap saya lagi. Saya hidup dalam hayalan, kasihan. Hahaha, ada yang mesti ditertawakan. Dia seharusnya tahu bahwa saya sudah takluk dengan matanya. Matematika sudah kalah menempati singgasana di kepala saya. Sepasang mata miliknya adalah pemenangnya.
Lagi, perjalanan waktu itu seperti membuat skenario semakin semakin seru lagi.
Kami bertemu di dunia maya, facebook tentunya. Ada kenyataan yang saya terima seperti menerima surat duka. Yah, kalian bisa menebaknya. Tak ada sedikit jejak pun yang menggambarkan bahwa dia mencari saya, 'berusaha' menemukan saya. Dia sudah 'menatap banyak perempuan' sepertinya. Dia banyak, banyak berubah. Saya tidak mengenalnya, ah, jangan-jangan saya memang tidak pernah mengenalnya dengan baik?
Dalam beberapa kesempatan dia mencoba mendekati saya, mencoba membangun 'kedekatan' yang asing sekali, saya merasa tak nyaman. Mungkin karena harapan saya yang pupus? atau karena sejak dulu saya tak suka 'hubungan' apapun? Entahlah. Yang jelas saya menghindar dan menjauh, jauh sekali. Walau sesekali, dia menyapa saya dan saya menyapanya.
***
Apakah saya masih menyukainya?
Saya suka matanya yang bening. Dan tak ada lagi perasaan 'lain' yang bisa saya jelaskan secara rinci. Saya suka sekali kisah ini. Cerita ini. Saya merasa saya wanita normal, Lol, yang pernah menyukai lelaki. Punya cinta monyet. Pernah patah hati. Pernah galau. Pernah deg-degan. Dan segala-gala yang orang-orang tak pernah tahu, sekarang saya utarakan.
Yah, demikianlah kisah 'cinta' yang tak pernah sampai padanya. Selamat! Kalian yang membaca ini, lebih dahulu tahu dari si pemilik sepasang mata yang kini tengah menatap wanita lain. Oh God, kasihan sekali, dia melewatkan saya!
Hahahahaha
Malam sumpah Pemuda, 28.10.13/20.48