Thursday, November 28, 2013

Waktu Yang Tepat Memejamkan Mata



Tembok kamarku berwarna merah muda, sebelumnya biru, namun itu sekitaran 12 tahun yang lalu. Akan kuceritakan satu hal yang lebih penting dari sederet poster Amigos juga Sheila on Seven, favorit masa kecilku.

Di kamarku, di waktu tidur, aku (selalu) masih terjaga. Menerawang memandang pendar lampu yang silau, namun membuatku gerah dan aku suka.

Di kamarku, setelah malam semakin larut, akan ada yang membuka pintu kamar. Matanya awas menyusuri tiap jengkal ruang. Setelah itu, akan ada banyak tepukan. Di tembok, lemari, meja baca, kaki adikku, pipiku, ramai sekali. Lalu aku pun tertidur, karena lampu telah dimatikan. Dan derit pintu tertutup telah kudengar.

Di kamarku, saat aku terbangun di pagi hari, aku tahu tembok kamarku yang merah muda tak semulus semula. Ada banyak bercak panjang bekas darah nyamuk, ada juga di pipiku, di beberapa bagian tubuh adikku, di lemari, dimana-mana dan bertambah tiap waktu. Terulang selalu.

Di kamarku, aku tak tahu saat yang tepat memejamkan mata. Tapi aku tahu waktu yang tepat untuk membuka mata, yaitu pada malam dimana seorang ibu yang diam-diam melindungi anak-anaknya dari gigitan nyamuk. Memecah sepi dengan tepukan. Lalu mencipta tenang dan nyenyak. Sampai waktu menambah usia anaknya kelak.

Di kamarku, aku bertanya-tanya, apakah ada ibu seperti mamaku?

*

Kalau aku ikut ujian
lalu ditanya tentang pahlawan.
Namamu ibu akan kusebut
paling dahulu.
Lantaran aku tahu,
engkau ibu dan aku anakmu.
(Ibu, D Zawawi Imran)


Bukan di kamarku, 21.11.13/22.32

No comments:

Post a Comment