Apakah anda bahagia?
Tanya ustad Muzakkir pada adik-adik yang sedang bekerja. Selintas mereka kaget dengan pertanyaan yang kurang akrab didengar, biasanya sapa yang paling umum adalah apa kabar? Tapi kali ini seseorang bertanya tentang kebahagiaaan, suasana hati yang anehnya jadi abstrak dirasa. Entah karena kaget atau memang tidak dihiraukan sebelumnya.
Ehm bahagia ustad, jawab mereka sambil nyengir kuda. Padahal sebelumnya seribu macam keluhan terlontar seperti orang demo.
#
Sekarang saya ingin bertanya, Apakah anda bahagia? Apakah saya bahagia? Apakah kamu bahagia?
: Saya Bahagia! Karena saya memilih untuk bahagia.
Itulah jawaban saya, bagaimana dengan anda?
#
Tadi hanya intro saja, membicarakan kebahagiaan agar melahirkan kebahagiaan. Izinkan saya menularkan kebahagiaan saya pada anda. :))
cerpen pertama yang dimuat di Harian Fajar Makassar |
Tanggal 18 Maret 2012, hari kelahiran cerpen saya di media koran. Saya bahagia karena ini. Tapi terlepas itu, saya lebih bahagia ketika menyadari saya urung menyerah setelah berapa kali mengalami penolakan. Kalau dihitung-hitung, mungkin banyak kali saya mengirim dan menengok email masuk yang mati pemberitaan atau balasan dari redaksi.
Di akhir Februari, saya katakan pada Umi, "Saya mau bikin cerpen. Dan harus hari ini juga dikirim." Mulailah saya menulis, entah mengapa istilah 'keturunan delapan' selalu muncul di benak saya. Ada apa dengan keturunan delapan? Apakah saya akan membahas tentang seseorang yang sesungguhnya keturunan bangsawan namun karena dia keturunan kedelapan akhirnya jauh dari harapan?
Tulis. Hapus. Tulis. Hapus.
Saya mulai gerah. Umi menyarankan untuk istirahat. Tapi saya kembali menulis, membiarkan otak bekerja...mengolah imajinasi, melakukan proses kreatif. Keturunan saya ganti menjadi Pujangga. Puisi-puisi Rendra menjadi potongan2 yang menolong, saya memulai bermain dengan kata. Lagi.
Diselingi makan, ke kamar mandi dan tak alpa kewajiban shalat, saya benar-benar menulis. Fokus menulis. Sambil bergumam, "Harus jadi, harus jadi, harus jadi..."
#
Dan jadi. Saat itu maghrib, cerpen saya terbang riang ke email redaksi Fajar.
#
Seperti saat saya mengirim puisi dan akhirnya dimuat, pada cerpen ini pun saya sudah yakin 99,99 % akan dimuat. Kenapa? Tidak tahu. Saya merasa memiliki ke-narsis-an yang baik. Maka ketika 2 minggu berlalu tanpa kabar kejelasan cerpen saya, putus-asa sempat menyapa. Tersisa harapan saya pada 2 minggu akhir maret. Pasti dimuat! (masih narsis)
#
Dan dimuat. Saat itu siang hari, bukan dari email kabar gembira itu datang. Melainkan langsung dari mulut Redaktur Budaya, Pak Basri yang menjadi pemateri dalam pelatihan menulis di pesantren.
#
Saya setuju comment ka Ophy tempo hari, langkah awal yang saya jalani itu terasa sangat berat. Bila saya seorang laki-laki yang berulang kali ditolak pinangannya, mungkin berakhir pada lajang lapuk atau jomblo garing karena putus asa.
Tapi saya lebih memilih menjadi Thomas Alfa Edison, tak berhenti untuk mencoba. Sampai cahaya itu datang.
#
Lalu apa hubungan Kebahagiaan dengan Pujangga Kedelapan?
Teman....
Kebahagiaan adalah pilihan, Pujangga kedelapan adalah perjuangan. Kedua-duanya saling mengisi, bahwa dalam hidup kita akan selalu memilih dan dituntut untuk memperjuangkannya. Jangan ceraikan keduanya.
#
*Saya memilih untuk menjadi penulis. Lekas saya dalam perjuangan. . .