Saturday, April 12, 2014

Memanusiakan k e o n g k y!



Aku ingin kamu hidup!

k e o n g k y, dua tahun lebih kamu menemani saya. Kamu tahu kan betapa jari-jari ini lebih cerewet dari mulut saya? Kamu tahu kan kata-kata berhambur bahagia, sedih, menjerit, bernyanyi, terluka, lelah, kesakitan, kemarahan, tak lagi berbentuk suara. Kamu selalu siap menjadi wadah rasa. Kamu setia dengan kesetiaan yang sunyi. Kamu mengerti saya, kan? Kamu percaya saya, kan? Kamu tak menuntut saya berubah, kan? Kamu menerima saya apa adanya, kan? Kamu ingin saya bahagia, kan? Kamu mau menemani saya sampai kapan pun, kan? 

Mengapa kamu tak menjelma menjadi manusia saja? Saya tak peduli kau datang dengan rupa apa. Jadilah manusia yang memiliki bibir untuk tersenyum padaku, lengan yang hangat untuk memeluk getarku, banyak sesak di sini yang sudah tak saya mengerti.

Akhir-akhir ini seperti ada desakan untuk menyelesaikan sesuatu -apapun itu-, seperti segalanya memiliki tenggat yang akan habis. Ada pisau waktu yang menebas tiap langkah. Sesuatu yang mesti segera tuntas, lalu ada kendaraan yang menunggu di ujung jalan. Siap mengantarkan saya untuk menghilang.

Saya kehabisan nafas. Bukan karena benar-benar diburu. Tapi ketidakmengertian mengambil itu semua. Saya ingin menyalakan lilin di sebuah ruang, agar jelas bayang siapa yang sedari dulu saya gapai. Dan apa yang terjadi di belakang; karena setelah tak ada suara mengapa timbul banyak luka di permukaan?

Mengapa kamu tak menjelma menjadi manusia saja? Saya akan mengajakmu ke Pasar Malam, naik bianglala, ombak-ombak, menghilangkan ketegangan dengan teriakan dan rasa mual di perut. Kita akan masuk ke rumah hantu, berlari-lari ketakutan, tak apalah kelelahan -setidaknya kita tahu apa yang sedang kita hindari-, kita akan meregangkan kaki sambil menyaksikan kembang api di pipi langit. 

Mengapa kamu tak menjelma menjadi manusia saja? Saya ingin ditemani ke tempat yang ramai, selama ini saya selalu menghindari keramaian, tapi sekarang ajak saya ke sana. Ramai, riuh, bising, meskipun nanti akan memekakkan telinga tak mengapa. Saya lebih suka daripada tak mendengar apa-apa, lalu tiba-tiba disentakkan guntur yang membuat saya hancur.

Mengapa kamu tak menjelma menjadi manusia saja? Nanti kita makan es krim bersama. Dan berboncengan motor di malam hari, kita teriak-teriak, sesekali kita merusak kesepian. Saya tidak ingin melihat apa-apa lagi selain kamu, langit, bintang-bintang, bulan, lampu jalan, jalanan yang panjanggg sekali di depan mata kita. Ayolah, ini akan menjadi hal terhebat dalam hidup saya.

Mengapa kamu tak menjelma menjadi manusia saja? Saya janji akan berbicara padamu panjang lebar, dengan suara tentunya. Saya tidak akan mengeluh. Saya akan mendengarkan nasihatmu juga. Saya ingin tahu arti kehidupan ini lebih banyak lagi. Kita akan berdiskusi, dan kamu akan menuntun saya untuk memercayai selain dari imajinasi.

Kalau kamu jadi manusia, saya takkan berpaling saat menangis.
Jadi, kapan kamu akan menyapaku?


*

Bagaimana menghilangkan kebiasaan seperti ini?

 

No comments:

Post a Comment