SHELOMITA
(Keyakinannya
Dalam Mencinta)
By: Sparkling Autumn
Aneh. Temanku
sungguh-sunguh aneh. Aku dibuat pusing memikirkannya. Oia, namanya Shelomita.
Dia cantik. Pintar. Sederhana. Jika kamu
melihatnya, kamu pasti ingin mendekatinya. Jika sudah di dekatnya, maka kamu
berhasrat memilikinya. Ketika kamu memilikinya, kamu takkan pernah rela
melepaskannya. Begitulah kicauan teman-teman sekelasnya. Aku akui itu
benar. Kamu harus percaya itu.
Sayang,
ada yang aneh dari Shelo. Begitulah panggilannya. Perihal cara mencintanya. Aku
tak pernah paham, sekalipun selama tiga tahun dia menjelaskannya. Aku tetap
saja tak mengerti. Ah, Shelo nampak mengerikan dalam kondisi seperti itu. Ini
menurutku, entah apa pendapat kamu jika menyaksikannya berkata, “Lev, seperti
inilah aku mencinta. Membiarkan lelaki itu dalam ketidaktahuan bahwa aku
mencintainya.” Aku sampai terbengong ketika dia melanjutkannya, “Karena cintaku
bukan untuk meminta dia menjadi milikku. Cintaku adalah penyerahan. Pada sebuah
kitab yang aku percaya, di sanalah tertulis jawaban dari semua pertanyaan.”
Shelo,
Shelomita, bagaimana dia bisa memiliki pemikiran kuno seperti itu. Cinta itu
harus dikejar, diperjuangkan, dan dipertahankan. Kamu setuju padaku, bukan?
Cinta itu tak boleh diam. Cinta itu bicara. Katakan apa yang kita rasakan,
biarkan orang yang kita cintai mengetahuinya. Karena jika hanya dipendam,
hanyalah rasa sakit yang mengakar.
Hahaha,
aku tertawa bodoh. Shelomita mengindahkan pendapatku, maksudku, dia cukup teguh
memegang prinsipnya. Karena apa yang dia katakan tiga tahun lalu sampai hari
ini masih dijalankannya. Ini salah. Menurutku,
juga mungkin menurutmu.
#
“Aku
mencintainya, melakukan segala yang dia suka, Shelo. Tapi-”
“Tapi
kamu tak cukup sabar. Kamu memintanya dan dia menolakmu. Lalu kamu marah,
menangis, dan kecewa. Apakah menurutmu itu cinta, Yan?”
Serempak aku dan Yanti bersatu dalam heran.
“Maksud kamu, Shelo?” suara Yanti tercekat.
“Hanya
keyakinan tentang cinta. Kamu perlu menjawabnya. Mungkin bukan sekarang.”
Yanti
diam, menemani kebingunganku.
#
“Shelo,
kamu gila?! Lelaki itu menyapamu dan kamu hanya mengangguk. Membiarkannya
berlalu saja. Ingatlah butuh berapa lama kesempatan
langka ini terjadi! Shelo?!” Aku menahan gemuruh. Kemarahanku tertelan. Kamu
tahu kenapa? Sebaris senyum manis dari bibir Shelo nampak indah di bawah sinar
matahari.
Sepertinya,
dia menikmati harmoni antara hangat Surya dan lembut angin yang menyapa
kulitnya. “Lev!” Aku terlonjak. Mata Shelo menghujamku. “Cintaku tak berisik. Bahkan ketika lelaki itu akhirnya pergi,
cintaku akan tetap diam. Sampai saatnya tiba, cintaku akan berbicara pada cinta yang benar.”
Kamu
dengar itu teman? Aneh. Konsep cinta yang aneh milik Shelo. Apa yang dapat aku
katakan jika aku sungguh tak mengerti jalan pikirannya. Mengikutinya seperti
aku tersesat. Tidak mengikutinya aku terusik. Aku kelu. Membiarkan Shelo
tersenyum, selama mungkin yang dia suka.
#
Hari
ini datang. Aku mencari air mata Shelo. Tapi aku tak menemukannya. Bagaimana
bisa? Kamu harus tahu apa yang terjadi hari ini pada cinta Shelomita. Lelaki
itu, yang tiga tahun telah dicintai Shelo dalam diam, dia menemukan pujaan
hatinya. Wanita lain.
Sepanjang
hari aku di sisi Shelo. Rasa sedih mendalam milikku seakan lebih besar dari
Shelo yang kehilangan. Tak ada setetes pun air mata yang luruh di pipinya.
Ada apa
ini?!
Tak
ada air mata. Tak ada suara. Kemana perginya kata-kata? Aku ikut diam. Bersama
Shelo aku tetap menjalani sisa hari ini seperti biasanya. Walau sesungguhnya
ada yang berbeda. Kamu mungkin bertanya-tanya, aku juga, biarlah Shelo
menjelaskannya nanti. Ketika dia menyadari tentang cara mencintanya yang salah.
Menurutku, mungkin menurutmu juga.
#
“Lev,
kamu tahu mengapa aku masih kuat berjalan, setelah lelaki yang aku cintai tak
mencintaiku juga tak menjadi milikku?” Shelo tersenyum. “Karena cintaku tak
berisik. Bukan meminta dia menjadi milikku. Lalu aku menjadi miliknya. Cintaku adalah penyerahan. Ketika Tuhan
menjawab ‘Ya’, aku percaya cintaku akan menemukan jalannya. Namun, jika Tuhan
menjawab ‘Tidak’, Dia akan mengarahkanku pada cinta yang sesungguhnya. Aku
yakin itu, Lev.”
Aku
membisu. Shelomita memiliki cara mencinta sendiri. Kemungkinan-kemungkinan yang
kita ucapkan bisa saja beribu, namun kebenaran hanya satu. Shelomita meyakini
kebenaran cintanya dalam diam. Dia menjadi kuat karenanya. Aku menghargai itu.
Bagaimana dengan kamu?
#
Shelomita, aku
mencintaimu dengan caramu. Meski hanya sebuah buku diary. Akulah Lev: tempatmu berbagi.
Senin,
3 September 2012.
@AisyahAram