MELATI
Kiranya dia mengenal
aku. Melati. Yang menemaninya tertawa, ketika dia salah memakai sepatu. Atau,
si pendengar setia bisikan jahil tentang
Marlyn Monroe yang punya enam jari di kaki kirinya!
Kiranya dia mengenal
aku. Melati. Yang mengetuk pintu rumahnya, untuk kali ini. Karena sebelumnya
aku selalu nyelonong masuk dan
membangunkan dia yang terlelap dalam kemulan selimut. Mengacak-acak rambutnya.
Berteriak bak orang gila yang terlepas belenggu. Dia akan tersentak bangun, mendengus,
menyeringai kejam, setelah sadar dilihatnya aku berdiri gigit jari bersiap
kabur dengan gelak tawa yang menggemakan rumah kosong miliknya.
Kiranya dia mengenal
aku. Melati. Perempuan yang selalu berjanji takkan kalah pada air mata. Itupun
karena paksaannya. Dia bilang: Melati, air mata boleh keluar untuk dua hal.
Pertama, saat mengupas bawang. Kedua, saat aku mengijinkan.
Bagaimana sekarang? Dia
yang tak berkata apapun padaku. Aku sudah sangat ingin menangis. Sangat. Banyak
sangat, dia harus tahu itu.
Kiranya dia mengenal
aku. Melati. Bukankah tiga belas tahun adalah waktu yang cukup lama? Dulu awal
jumpa. Dia lima tahun-aku empat tahun. Sekarang saat sesuatu terlupa. Dia
delapan belas tahun-aku tujuh belas tahun.
Dan yang menyakitkan
adalah: Yang terlupa itu, aku.
*
Aku, melati yang mewangikan harinya. Dia
berkata seperti itu sebelum benar-benar berlagak konyol, mengabaikan
panggilanku, acuhkan senyumku, dia seperti orang baru yang sombong dan tak
peduli siapa aku yang mati keheranan di hadapannya. Dia pun berlalu.
Dia aneh.
Dulu aku biasa saja
dengan segala keanehan yang dimilikinya. Karena ‘aneh’ itu begitu mendamaikan
dan
*
Cerpen 19 Agustus 2011, hell yeah -___-
Kalau gak salah saya bikin cerpen ini dengan versi yang berbeda-beda, salah satunya pernah dishare ke FB. Pas banget punya temen FB namanya Kak Melati. Huh yahhhh :D
No comments:
Post a Comment