MENGEJA CAHAYA
Kamu sudah berusaha. Hidup-mati.
Siang-malam. Sehat-sakit. Kau gadaikan waktu di sebuah ruang persegi yang
dingin oleh angin tak alami, bekerja 1x24 jam, dikali 30, dikali 12, dikali 10
lagi. Kamu dan AC di ruanganmu 3600 hari berduet mengerjakan sesuatu yang
bagimu lebih penting dari sepiring nasi yang menganggur di sudut meja. Tak
dipedulikan. Kamu mau, dimakan. Jika tidak, basi dan terbuang. Selalu seperti
itu.
Ditambah satu hari lagi. Tepatnya,
sebelas jam berlalu.
Kamu duduk di singgasana-mu yang
terasa tak nyaman seperti biasanya. Ada yang aneh. Berkas dihadapanmu;
angka-angka menari, aksara muncul-tenggelam, kertas terisi, lalu kosong. Kamu
terperanjat, sesaat. Mengucek mata, mengendorkan dasi membiarkan udara mengalir
lancar. Kamu merasa sesak. Sesak sekali.
Ada apa?
Kamu stuck pada satu titik di
suatu hari. Diam. Memandang seberkas cahaya matahari yang menembus tirai
jendela.
Sesuatu muncul dari palung hatimu
yang terdalam, seperti ada bangkai kapal yang muncul di permukaan setelah
bertahun-tahun lamanya terkapar di dasar laut. Menyentakkan.
Kosong.
Adalah ‘bangkai’ di dalam dirimu,
sebuah kekosongan.
*
:( ini juga dibuat pada 15 Oktober 2011 :(
Cerpen ini, sangat filosofis dan kontemplatif rasanya.... jika dilanjutkan. JIKA!
Pfttttt
No comments:
Post a Comment