Tadi, sebelum pucuk-pucuk daun larut dalam senja, kudengar derit pintu
berat menutup. Aku masih sibuk dengan satu perkara -tak kulihat siapa
yang datang- mengganggu pikiranku yang memang kacau serupa rusaknya
rajutan.
Mengapa mereka selalu minta ditemukan? Sementara, tak asing kulihat wajah mereka berseliweran di bawah Matahari. Mengerjap disapu hujan. Dan anehnya begitu indah disirami cahaya rembulan. Mengapa mereka merasa hilang? Mereka terlihat nyata bahkan dari bayangan pun aku kenal.
Mereka lalu lalang mencari diri mereka sendiri, kadang nampak anggun dengan kebingungan, kadang aku menertawakan kebodohan menggaris tegas -kulihat jelas- di mata-mata yang liar.
Pintu berderit kembali -entah datang atau pergi- aku mendengar satu teriakan, lagi, minta ditemukan. Lalu, di hadapku seseorang yang entah sejak kapan berada di sana, tersenyum senang. Dia berujar, "Terima kasih telah menemukanku."
Ah, aku tak mengenalnya. Tapi tetap mengangguk, sopan.
Mksr, 19/05/14
Mengapa mereka selalu minta ditemukan? Sementara, tak asing kulihat wajah mereka berseliweran di bawah Matahari. Mengerjap disapu hujan. Dan anehnya begitu indah disirami cahaya rembulan. Mengapa mereka merasa hilang? Mereka terlihat nyata bahkan dari bayangan pun aku kenal.
Mereka lalu lalang mencari diri mereka sendiri, kadang nampak anggun dengan kebingungan, kadang aku menertawakan kebodohan menggaris tegas -kulihat jelas- di mata-mata yang liar.
Pintu berderit kembali -entah datang atau pergi- aku mendengar satu teriakan, lagi, minta ditemukan. Lalu, di hadapku seseorang yang entah sejak kapan berada di sana, tersenyum senang. Dia berujar, "Terima kasih telah menemukanku."
Ah, aku tak mengenalnya. Tapi tetap mengangguk, sopan.
Mksr, 19/05/14
No comments:
Post a Comment