Seorang perempuan berdiri menatap laut. Laut yang sangat luas seakan tak bertepi, airnya berwarna kecoklatan, tak seperti air laut yang biasa dilihatnya. Matanya terus memandang ke depan, laut di hadapannya seperti permadani coklat yang tergelar. Dia seorang diri. Angin memainkan rambut, kesejukan membelai kulit, dan kedamaian menelusup ke dalam darah mengaliri seluruh tubuhnya. Dia merasakan ketenangan, meski tak wajar.
Tetiba, ada ombak yang begitu besar. Tingginya hingga menyentuh langit. Namun, tak ada ketakutan dalam diri sang perempuan. Pula keinginannya untuk lari menyelamatkan diri. Padahal selama ini, dia selalu merasa takut berada di air yang kedalamannya lebih dari mata kaki. Tapi kali ini, dia tetap diam; membatu; membeku.
Matanya masih memandangi ombak coklat yang terus bergulung, menujunya. Kedamaian dan ketenangan menyelimutinya. Sampai pada akhirnya ombak pun menghantam tubuhnya yang telah lebih dulu menutup mata, pasrah.
*
Perempuan itu aku. Dan, laut, langit, ombak, kedamaian, ketenangan hanyalah sebuah mimpi. Bunga tidur yang beberapa hari lalu kualami. Aku tak tahu apa lagi yang terjadi setelah itu. Apakah terganti mimpi lain, terhenti, atau aku terbangun begitu saja, yang aku tahu hanyalah mimpi itu membuatku merinding mengingatnya.
Aku bukan penafsir mimpi. Semua mimpi yang aku alami, beberapa yang aku ingat kutuliskan saja tanpa tahu apa makna di baliknya. Untuk mimpi yang satu ini, aku merasa di sebuah cerita fiksi. Seperti seseorang yang ... aku malas menuliskannya. Tapi kalau boleh aku tebak, sepertinya kalian yang membaca cerita ini, juga memikirkan hal yang sama denganku. Pemikiran yang dengan cepat ingin dihempaskan dalam beberapa kali gelengan kepala. Dan berharap itu takkan terjadi padaku. Begitu bukan? Semoga tidak. :)
Jkrt, 200215
No comments:
Post a Comment