Seseorang datang ke perempuan itu, di sebuah ruang yang sepi dan hening. Wajahnya menggambarkan kedukaan yang purna, perempuan itu melihat dan merasakannya. Dia memeluk perempuan itu sangat erat. Seperti seorang ibu yang menenangkan anaknya, perempuan itu menepuk-nepuk pundak orang dalam dekapannya. Tanpa suara. Mereka berdiri untuk waktu yang lama, untuk sebuah mimpi yang tak terencana.
Perempuan itu mencoba mengurai mimpinya; tentang ruang sepi, keheningan, duka, pula tentang seseorang dalam pelukan. Ada banyak tafsir untuk memungkinkan iya. Bisa saja, kata perempuan itu, "Akulah tempat pulangnya. Tempat berbagi." Itu adalah hal terbaik yang ia inginkan. Atau, perempuan itu membayangkan, "Ini adalah sebuah pertemuan terakhir: perpisahan. Seseorang akan pergi. Entah orang itu, entah aku." Untuk kemungkinan terburuk, perempuan itu menyesal memikirkannya. Sebuah mimpi, seperti burung yang terbang, kemana burung itu hinggap, seperti itulah dia. Dan perempuan itu, membiarkan burung itu terus tetap terbang. Agar mimpi tetap menjadi mimpi, tanpa harus membuatnya bahagia atau terluka. Perempuan itu pergi, sambil terus mengingat wajah seseorang dalam pelukan, yang mulai samar di bawah temaram ruang.
Jkrt, 060814
No comments:
Post a Comment